Minggu, 15 Mei 2016

The Black Forest #3


Suara kekresekan dedaunan tertepa angin sedikit kencang menambah riuh suara malam. Bukan hanya suara hewan-hewan yang berada di kaki hutan Black Forest, terkadang suara-suara aneh sering terdengar seperti suara riuh manusia pedalaman yang sedang mengadakan ritual. Namun suara itu hanya lamat-lamat terdengar lalu menghilang terbawa angin atau ditutupi oleh suara lainnya.


Dalena mengenakan jaket berbulu rajutan yang sangat tebal sehingga hawa dingin di malam itu terasa hangat. Hegan pun demikian ia mengenakan kembali jaket rompinya. Kecuali dengan Welhem, ia tidak mengenakan baju hanya daun lebar yang hanya digunakan untuk menutup alat vitalnya.

Hegan sempat merasa takut melihat Wellhem, begitu pun dengan Dalena, ia memeluk Hegan dan bersembunyi di balik tubuh Hegan sambil memandang ke arah Wellhem yang masih saja tergugu dengan kejadian yang baru saja di alami.

"Kamu siapa?" tanya Hegan bersiap dengan pisau belati yang diselipkan di kantong saku.

"Aku Wellhem, aku pemburu!" jawab Welhem dengan nafas tersengal-sengal.

Sambil menjawab demikian, Wellhem menoleh kearah kiri-kekanan, ia mencari sesuatu semacam daun yang lebar untuk menutupi tubuhnya yang separuh bugil.

Hegan melihat Welhem seperti itu bertanya, "Apa yang kamu cari?"

"Apa saja yang bisa menutupi tubuhku!" jawab Wellhem. 

Hegan menoleh kebelakang ke arah Dalena. Dalena mengerti, ia buka mantel tebalnya dan diserahkan ke Hegan. 

"Ini pakai!" seru Hegan setelah meraih mentel Dalena dan diserahkan ke Wellhem, menerimanya.

Mantel tebal dengan kulit bulu itu memang panjang. Cukup buat menutupi tubuh Welhem, meskipun pahanya terlihat seperti paha wanita. Membuat Hegan tertawa pelan melihat Wellhem mengenakan mantel itu.

"Bawahannya," kata Hegan lagi, "pakai apa ya?"

"Kamu kan, pakai celana pendek dalaman!" bisik Dalena pelan. "Berikan dia, Kamu pakai celana pendekmu saja. Nanti sampai tenda, kamu pakai celana yang lain. Bukannya kamu bawa celana banyak buat salinan."

"Oke!" kata Hegan, seraya membuka celana yang ia kenakan. Lalu diserahkan ke Welhem. "Ini pakai. Jelek sekali kamu jika tidak pakai celana!" ujar Hegan nyinyir.

Celana pun dikenakan Wellhem, sekarang ia terlihat gagah dengan pakaian mantel tebal dan celana panjang walaupun masih tampak culun, karena karakter sebagai pengamat tentang Flora dan Fauna.

Welhem tersenyum sambil memandangi pakaian yang ia pakai.

"Hehehe...amboy, kerennya aku." Ia puji diri sendiri. "Terima kasih kawan. Dengan pakaian ini, aku tak tampak seperti makhluk mitologi lagi."

"Eh, kalian sedang apa di sini?" bertanya Welhem.

"Kami pecinta alam," jawab Hegan. "Di sana tenda kami dan teman kami. Bagaimana gabung saja sama kami!!" 

"Ah, itu sudah pasti!" seru Welhem. "Mana mungkin aku sendiri di hutan yang angker ini."

"Ya sudah mari kita ke tenda. Eh, kamu hanya sendiri?" bertanya Hegan. 

"Tidak," jawab Wellhem lalu diam sejenak. "Aku kemari berdua dengan temanku bernama Jakob. Dia menghilang sehari yang lalu secara aneh."

"Ih... Jangan cerita serem ah..." sahut Dalena merasa takut lalu menggandeng lengan Hegan.

"Hahaha.... Kamu jangan nakut-nakutin kami!" seru Hegan mendengar cerita Wellhem.

"Oke nanti aku ceritakan setelah kita berkumpul di tenda," kata Wellhem sambil melangkah. Disusul Hegan dan Dalena, berjalan cepat.

Sisa api unggun masih menyalak walau sedikit terkikis habis baranya. Sedangkan malam masih terasa dingin dan berkabut sehingga susana sangat pekat. Tampak Keif, Josep dam Amelia asik duduk bersandar bahu sambil menyanyikan lagu kidung malam sambil memandang bara api.

Melihat Hegan dan Dalena datang membuat mereka menghentikan kidungnya. Dan menatap bingung sesorang yang berjalan bersama Hegan dan Dalena.

"Siapa itu?" kata Keif, di susul pandangan Josep. 

Hegan berkata kepada Wellhem setelah mendekat kepada mereka, "Kenalkan ini semua teman-temanku. Jose, Keif dan wanita itu bernama Amelia!" ujar Hegan sambil menunjuk kearah Jose, Keif dan Amelia.

"Hai..." sapa Welhem sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat.

"Kenalkan namaku, Welhem!" seru Welhem.

Keif, Jose dan Amelia tertawa kecil melihat Welhem dan Hegan. 

"Ada yang lucu?" tanya Welhem dengan wajah bingung. 

Ketiga orang itu tidak menjawab namun masih saja mengikik kecil menertawakan Welhem. Amelia menutup mulutnya karena merasa lucu, sedangkan Keif memegang perut menahan tawa, begitu pun dengan Josep dia tergugu sambil tersenyum.

"Hai... Apa yang lucu?!" bentak Welhem keras. "Apakah celana yang aku pakai!!" 

"Sudah lupakan saja!" kata Josep, sambil meraih tangan Hegan lalu berbisik. "Ketemu di mana orang ini?"

Hegan menjawab, "Nanti saja aku ceritakan, sekarang kita punya teman baru." 

Setelah berkata begitu, Hegan mengambil botol minuman dan diserahkan ke Welhem yang sedari tadi sudah dahaga. Dengan ceguk-ceguk Welhem minum terasa dingin kerongkongannya, meskipun minuman itu beralkohol, tapi karena memang udara sangat dingin, rasa panas akibat minuman beralkohol, sirna.

Tak lama mereka pun duduk melingkari api unggun. Josep kembali menambahkan kayu kering untuk membesarkan api unggun yang hampir padam. Di sela mereka melingkar di api unggun. Hegan membuka bicara.

"Welhem, silahkan kamu memperkenalkan diri. Dan bagaimana kamu bisa berada di hutan ini. Lalu kamu katanya berdua dengan teman kamu bernama Jakob yang menghilang secara misterius."

Welhem berdiri, lalu berkata, "Kawan-kawan sekalian. Aku kemari bersama temanku bernama Jakob. Dia adalah seorang pemburu yang sudah mumpuni dan banyak pengalaman dalam menjajaki dari hutan ke hutan. Aku pun demikian, aku sebagai Mahasiswa mengenyam di bidang Flora dan Fauna, datang untuk membantu Jakob, sekaligus untuk mencari referensi untuk karya tulisku. Tapi ketika kami berada di sini tiba-tiba ada seorang wanita yang menggoda kami. Lalu melihat segerombolan manusia kate, dan ketika itu Jakob pun menghilang, bak ditelan bumi."

"Ketika itu, berada di mana?" bertaya Josep serius.

"Di sebelah sana!" jawab Welhem menunjuk kearah gundukan tanah sekira dua bukit. 

"Itu arah yang akan kita lalui esok!" sahut Hegan.

"Ya, itu adalah pintu menuju hutan Black Forest." sambung Josep.

Semua diam sejenak, lalu Keif angkat bicara, "Ya, sudah berarti pertualangan ini makin seru kita hadapi. Bukan hanya, menikmati kindahan alam, tapi sekalian mencari Jakob."

Dalena wanita rumahan itu, tentu hatinya menjadi sangat takut. Tidak dengan Amelia wanita tomboy, ia sedikit tertantang untuk meneruskan perjalanannya kedalam Hutan Black Forest tampa ada rasa beban di hati.

Hegan melihat mimik wajah Dalena sangat pucat dan ketakutan, seraya membelai rambutnya. "Tenang saya, ada aku. Kamu tak perlu mengkhawatirkan, aku akan menjagamu."

"Hei, sepertinya sudah larut malam, bagaimana kita tidur bergantian." Yang berkata adalah Hegan.

"Memangnya kamu sudah ngantuk, Hegan?" bertanya Keif. "Biar aku saja yang pertama menjaga. Kalian tidur saja lebih awal."

Berbicara tentang tidur dan mengantuk, membuat menguap Welhem menjadi-jadi, mulutnya terbuka lebar. "Ahhh... sepertinya aku-lah yang mengantuk!" katanya.

"Baiklah, aku dan  Keif yang terjaga," sahut Josep, "sebaiknya kalian tidur saja, tapi ingat jangan telalu pulas.

Welhem, Hegan, Dalena dan Amelia beranjak kedalam tenda. Namun ketika sampai di dalam, Amelia merasa tidak enak sudah tidur semua. Alangkah baiknya ia turut terjaga bersama Josep dan Keif, jadinya adil, tiga orang tidur dan tiga orang berjaga. Amelia pun keluar kembali dari tenda dan menghampiri Jose dan Keif.

"Hai, Mel... Kok bangun lagi!" kata Josep bertanya. "Padahal kamu terlihat ngantuk loh..." Kemudian Josep mengambilkan segelas minuman dan diberikan kepada Amelia.

"Izinkan aku menemani kalian!" jawab Amelia. Diambilnya gelas tadi. Dan diseruput. Rasa hangat pun menjalar keseluruh tubuh. Josep berkata, "Aku mau buang air dulu, kalian tunggu sini!" Sambil berjalan kebelakang arah Hegan dan Amelia dengan langkah cepat.

Baru beberapa langkah, Amelia memanggilnya. "Tunggu Jose, aku ikut, pengen pipis juga." Amelia beranjak dari duduknya dan meninggalkan Hegan sendiri.

"Hai, jangan lama-lama aku sendiri di sini!" teriak Hegan. "Awas, lama aku susul, apa yang kalian perbuat!" batinnya lagi merasa cemburu.

Tak jauh dari tenda dan Hegan, ada batu berbentuk kuda sedang duduk mendeprok miring yang sudah berlumut akibat embun  yang menyiraminya. Juga sebelahnya pohon cemara yang menjulang tinggi bertengger sangat gagahnya seperti mencakar langit.

"Kamu mau pipis dimana?" tanya Josep, sambil menghadap batu itu lalu segera membuka resleting celananya. "Jangan deket-deket nanti kamu kecepretan." serunya lagi.

Amelia menjauh kesamping sangat dekat dengan pohon cemara itu. Ia pun membuka celananya lalu menongkrong menghadap pohon cemara itu, membelakangi Josep yang asik menguarkan seninya.

Seerr....

Suara semprotan kencing Amelia keras sekali sehingga terdengar oleh Josep. "Wah ... dari jenis suaranya, punya kamu sudah tidak sempit lagi yah?" kata Jose nyinyir. 

"Sok tahu!" bentak Amelia kesal.

"Lah, coba kamu perhatikan suara kamu pipis bunyinya, 'Seeer....' yang berarti memek kamu sudah tidak sempit lagi. Sedangkan jika bunyinya 'ciiit...' nah itu baru masih sempit." ujar Josep panjang.

Amelia tertawa geli, "Bisa aja kamu Jose."

Jose penasaran, akhirnya ia menoleh kearah Amelia yang masih berjongkok dan tampak terlihat bokongnya yang putih. Merasakan pemandangan nan indah di pekatnya malam, Josep bergumam, "Lumayan ... gelap-gelap bisa buat cuci mata."

Suara berdesis Jose ternyata terdengar ketelinga Amelia. "Hayo, ngintip yah..." sambil mengangkat kembali celananya.

"Hehehe..." Josep tertawa kecil. "Putih juga bokongmu, Mel!"

"Emang kamu, burikk...!" 

"Wkwkwk...enak aja,, kamu tuh hihihi!" canda mereka.

"Duh jadi berdiri nih!" ujar Josep.

"Apanya?" celetuk Amelia.

"Punyaku!"

"Normal!" berkata Amelia sambil memandang kearah Josep yang berusaha memasukan penisnya yang sudah tegang kedalam celananya. Amelia terperangah melihat penis Josep yang besar juga panjang. Ia sempat tergugu melihat itu, membayangkankan bagaimana rasanya jika selangkangannya dimasukan oleh penis Josep yang besar itu.

"Eh, kok malah kamu yang ngeliatin punyaku!" kata Josep. "Pengen yah...."

"Besar sekali punyamu, Jose!" berujar Amelia.

"Kamu inginkah?" tanya Jose sambil menunjukan penisnya tepat di hadapan Amelia yang terkesima melihat penis Josep.

Amelia mengangguk, "Aku pengen dientot sama kamu, Jose!"

Josep mendekati Amelia dan membiarkan penisnya menggantung lalu ia membelai rambut Amelia. Ditariknya tubuh Amelia dan dengan cepat Josep mencium bibirnya penuh nafsu. Amelia menyambutnya sambil merasakan hangatnya bibir Josep, tangannya mencengkram penisnya.

Egghhhh...eess...eeehhh...

Racau Amelia berdesah sambil merasakan hangat penis Jose di telapak tangannya. Di belai dan merasakan alangkah besarnya penis itu, Amelia benar-benar menikmati. Bukan hanya bibir tapi sensasi tangannya mengocok penis Josep. Di pilin-pilin lobang penis, ada rasa lendir licin yang keluar dari liangnya. Di baluri sehingga bertambah licin kepala penis itu.

Josep sangat pintar, bukan hanya merasakan nikmatnya genggaman tangan Amelia, dia pun mencoba membuka celananya lalu dilorotkan sehingga leluasa merabah vaginannya. Gumpalan daging berbelah itu sangat tebal di rasakan Jose. Lalu dimasukan kedalam cawat yang dikenakan Amelia. Kini semakin terasa vagina itu hangat membelah. Ada cairan sedikit keluar dari liangnya.

Amelia bergidik geli ketika selangkangannya tersentuh. Rasa gelitik dirasakan hangatnya belaian dan ketika Josep mencolok liang kembelah itu, rasa berdenyut mulai terasa menjalar membuat tubuhnya bergidik hebat.

Ohhh....

"Kamu nakal, Jose.." desisnya pelan. 

"Kamu ..oh... Mell...oh ...kocokan tangan kamu...oh..enakk...." racau Josep bergelinjang hebat ketika Amelia mengocoknya maju mundur. Begitu pun dirasakan Amelia ketika jari tengah dimasukan ke dalam liang selangkangan. Darahnya berdesir hebat kencang merenggang urat. 

"Aku, tidak tahan, Jose!" rintih Amelia bernafsu ingin sekali di buncah.

Josep lantas menanggalkan pakaiannya, juga pakaian yang dikenakannya, mereka pun keadaan telanjang bulat sehingga malam yang pekat tampak aneh dengan mereka berdua.

Jose menarik tubuh Amelia lalu diputar agar membelakanginya. Amelia mengerti apa yang dimaksud Josep. Ia meraih batang pohon cemara yang menjulang tinggi itu. Dalam posisi membelakangi Josep, ia mengangkat bokongnya meninggi lalu melekukkan tubuhnya dan bersandar lengan di batang pohon itu. "Cepat Jose, mainkan, aku sudah tak tahan!" pinta Amelia.

Josep mengarahkan kepala penisnya tepat di liang vagina yang masih terkatup itu. "Angkat sedikit sayang, kaki mu," pinta Josep agar Amelia mengangkat kaki kanannya agar mudah Jose memasukan penis yang sudah mulai mengeras dan panjang.

"Iya, Jose," jawab Amelia lirih. Lalu diangkatnya paha dan kakinya menopang pada salah satu dahan kecil yang memalang.

Perlahan tapi pasti ketika penis Josep menyusup kearah apit paha Amelia. Liang vagina sudah disentuhnya, kini Josep siap menusuk dengan perlahan agar tidak melengos ke samping. "Tahan ya, sayang," ujar Josep.

Huggk...

Rintih Amelia ketika merasakan selangkangannya mulai rasa mengganjal. Padat dan tersumpal sangat kencang. Kelentitnya dirasa sangat getar. Denyutannya membakar darah. "Josep ..., oh..."

"Mell... oh... sempit sekali memek kamu!" kata Josep, ia mendongakan wajah kelangit yang gelap. Penisnya terasa diapit. Gesekan penis itu terasa mengamplas kulitnya. "Oh ... may good... Ah....yes...."

"Yes, Jose ... yes... Oh..." racau Amelia penuh nikmat.

Setelah semua amblas dalam kehangatan alat buncah terasa tebal berdenyut, mencengkram, mengapit dan meringsak. Udara dingin menjadi panas.

Josep menggoyangkan pinggulnya menghujam vagina Amelia dengan cepat. Begitupun dengan Amelia, siap terhunus penuh gelora menerima lendir terpancar licin. 'Plok, plok, plok, plok' Suara irama bersatunya kulit mereka, membunuh suara nyanyian malam. Burung Kadasih pun tak sanggup mengejar suara buncah itu.

"Jos ... oh Jos ....!"

"Ea ... Mel, ea ...!"

Amelia berusaha meninggikan bokongnya, agar bisa mengimbangi penis Josep yang terlampau cepat. Napasnya tersengal, menahan sesak yang berasal dari perut. "Jose ... oh ... memekku enaakk oh ... Jose..." racau Amelia.

Kejang tubuh Josep makin meninggi, ia menahan rasa tersumbat cairan yang akan keluar dari rongga penis itu. Terasa tersendat dan mengambil aba-aba siap untuk disemprotkan. Tapi Josep berusaha untuk menahannya agar tempo permainan tidak segera selesai. "Sayangku Mel, ooohhh....ganti posisi sayang...oh...!" ujar Josep dengan wajah mendongak ke atas.

Amelia segera membalikan tubuhnya kini berhadapan dengan Josep. "Iya Jose ... Masukan lagi kontol kamu!" Amelia mengulurkan pinggulnya, sehingga tampak tembem batok selangkangan. Josep mengangkat kaki kanan Amelia, sehingga vaginanya melebar luas. Josep mendekati kepali penis tepat dibelahan liang vagina. Perlahan dengan tempo diperhitungkan sangat pelan. Slebb.... Penis Josep mulai karam. Ia tak mau mengocok cepat karena akan mempercepat permainan.

"Entoot ... aku ... Jose ... oh ...." Amelia meracau ketika merasakan penis Josep karam setengah. 'Blebeb... Jose menyentakan penisnya hingga pucuknya benar-benar tenggelam dan kini amblas semua. "Oh .... uh ... kocok Jose ... oh. ..."

Josep mulai mengocok dengan irama cepat dan penuh nafsu membara.

"Enak ya, Mel!?"

"Iya, enak!" 

"Uh, uh, uh, uh!" Josep menyentak keras lalu ditarik dengan keras pula.

"Ah, ah, ah, ah!" Amelia menahan nikmat dengan mata mendelik dan mengejab merem melek. "Jose,,, oh,,,, memekku enaaak,,, Joes..."

"Iya sayang, sama, aku oh,,, kintolku juga enaaak,,," Rintih Josep menyeringai nikmat. "Ah,,, ssst,,, yyyeeaa,,,,'"

Plok, plok, plok

Sleb, bleb, sleb, belebeb...

Desahan mereka menggema malam yang bertambah pekat. Tapi sinar rembulan sedikit menerangi walau terpapas tingginya pohon cemara dan vinus, hingga sinarnya redup berbaur gelap. Gerakan mereka menarikan suara alam. Simfony membangunkan jiwa yang terlena dalam nikmat senggama.

"Amelku, sayaang,,, aku mau keluar!" seru Josep.

"Aku sudah dua kali Jose...," jawab Amelia desis yang terbata-bata. "Kamu hebat, Jose."

Tak lama kemudian, ada rasa ingin menyemprot dari penis Josep. Sudah berada di kepala penis sperma dirasakan Josep. "Sayang ... aku mau keluar ...."

"Eyaa ... keluarin Jose, di, di, di luar ..." racau Amelia meminta agar Josep menguarkan spermanya di luar. Tak lama Josep bergidik, tubuhnya mengejang hebat pertanda akan klimaks dalam kenikmatan. "Ooh...."

***

Sementara itu Hegan sendiri di luar tenda menunggu lama kedatangan Josef dan Amelia. Ia merasa curiga terhadap mereka berdua. "Wah, jangan-jangan pada bercinta." batinnya. Sudah setengah jam Hegan menunggu. Dengan secangkir kopi dan sebatang rokok sebagai penemannya, Hegan asik menikmati malam. Ia memang curiga terhadap Josef dan Amelia, mungkin saja mereka sedang bercinta di semak-semak seperti dilakukan olehnya kepada Dalena.

Sekilat sinar seperti api tepat seperti kunang-kunang berjalan cepat dari dahan satu ke dahan lainnya. Hegan sempat terkejut melihatnya. Tapi ia menganggap itu adalah binatang kunang-kunang. Ia pun kembali bermain dengan api unggun. Ranting kering yang berserakan ia kumpulkan lalu daraih, ditaruh di atas api unggun itu sehingga apinya kembali membesar.

Cukup lama Hegan menunggu Josef dan Amelia yang tak kunjung terlihat. "Dua orang ini lama amat kencingnya. Apa lagi keenakan bercinta lalu tertidur?!" gumam Hegan.

Baru saja bergamam demikian, lapat-lapat terdengar suara kekresekan seperti suara seseorang menarik sesuatu dari arah belakang. Hegan menoleh kebelakang. Ia berpikir itu suara langkah Josef dan Amelia. Tapi dilihat tidak ada. Hegan berdiri untuk memastikan. Ia maju selangkah kearah suara itu sambil memicingkan mata.. "Jos ... Mel ..." panggilnya.

Tak ada jawaban, penasaran ia pun kembali melangkah ke depan. Namun suara itu makin menjauh. "Jos ... apakah itu kalian!" panggil Hegan lagi. Ia terus melangkah ke depan. Dan sampailah dimana Josef dan Amelia membuang air kecil. Tapi mereka tidak ada. Entah kemana kereka berdua. 

"Jose ... Mel ..." pekiknya sekali lagi memanggil. Tak ada jawaban, hanya suara angin menghempas dedaunan dan suara binatang malam. Lalu Hegan merasa bulu tengkuknya berdiri. Terbesit rasa takut di hatinya. "Apa mungkin mereka bercinta di tempat lain?" batinnya, karena Hegan berpikir mereka sedang bercinta. Tapi tak ada gerakan maupun suara di tempat itu. "Ah, kemana mereka?"

Hegan menatap lekat-lekat setiap penjuru menembus gelap. Tidak ada juga tanda-tanda mereka berada. Hegan balikan badan untuk kembali ke tenda. Setelah sampai, Hegan membangunkan Welhem, Keif dan Dalena. Di ceritakan kepada mereka prihal Josef dan Amelia. Lalu mereka mencari bersama-sama sambil berteriak lantang.

"Jose ... Amel ... Dimana kalian?" pekik semua sambil menoleh kekanan dan kekiri. Tak ada jawaban, hanya suara bergema memantul suara mereka sendiri. 

Suara dedaunan terdengar kekresekan cepat, seperti ada yang menggoyangnya, padahal angin tidak terlalu keras. Tiba-tiba terdengar suara seperti buah jatuh begedebukan 'Buuk' semua pandangan tertuju pada suara itu. "Apa itu?" pekik Dalena keras.

Bentuknya bulat sebesar buah kelapa, dan mirip kepala. Mereka sempat tercengang melihat benda jatuh itu. Welhem memberanikan diri untuk melihat dari dekat karena pandangan sedikit samar. Diperhatikan lekat-lekat benda itu. Semakin dekat Welhem melihat benda itu, setelah jelas terlihat sontak Welhem terperanjat mundur kebelakang, dan berteriak keras...

"Kepala...!"

Semuanya terkejut mendengar teriakan Welhem menyebut 'kepala'.

"Kepala apa?" tanya Hegan dengan wajah nanar.

"Kepala manusia!" jawab Welhem seru. "Itu, itu, itu kepala Josef...!" 

"Apa!!!" 

Semua berkata dengan kejut. Keif dan Hegan memberanikan diri untuk memastikan apa yang dikatakan Welhem. "Astaga!" pekik Hegan. "Josef!" sahut Keif dengan cepat. Ternyata benda yang seperti bola jatuh dari atas pohon adalah kepala Josef.

Dalena beringsuy kebelakangbsambil menutup wajahnya. Keif pun demikian, ia menjauh cepat dari kepala Josef yang kuntung itu. Welhem mendongak keatas mengamati apa yang terjadi. Tampak seperti orang raksasa sedang duduk di pucuk pohon cemara. Makhluk itu besar tinggi juga berbulu lebat. Wajahnya seperti gorila, tapi mempunyai tanduk seperti tanduk kerbau, panjang besar dan melengkung seperti arit.

Makhluk itu asik meyantap sesuatu. Bentuknya panjang seperti tangan manusia. Setelah tergugu beberapa lama, Welhem terperanjat kaget, ternyata makhluk itu sedang menyantap tangan manusia.

"I, i, i, itu ... Itu ... Makhluk itu!!!" seru Welhem nanar sambil menunjuk kearah makhluk besar hitam dan berbulu itu. Dalena dan Keif juga Hegan mendongak keatas apa yang ditunjuk Welhem...

"Aahhhh...." teriak mereka berbarengan.. "Lari ... Lari Welhem." Semuanya pun berlari menjauh dari pohon cemara itu. Dengan napas tersengal-sengal mereka menuju tenda.

Dalena menangis katakutan. Napasnya kembang-kempis. Lututnya pun terasa lemas. "Hikz, hikz, hikz," Dalena semakin menangis ia duduk sambil menutup wajahnya. "Aku mau pulang ... aku mau pulang ... Ayah ... Ibu ....!" panggil Dalena memanggil kedua orangtuanya.

Sedangkan Keif diam tak ada kata-kata, ia baru saja terkesima apa yang baru saja dilihatnya. Begitu pun dengan Hegan, kecuali Welhem dia merasa tenang. Dia yakin semua yang ia alami bersama Jakob, akan kembali lagi bertemu makhluk Mitologi hutan Black Forest. Berarti ia harus tegar dan berani. Berpikir sudah tanggung berada di hutan ini. Dia akan mencari Jakob yang lebih dulu menghilang ketika bersamanya.

"Kalian ada yang membawa senjata?" bertanga Welhem. 

Hegan menguarkan sebilah pisau.

"Okey, tapi senjata api, ada?" berkata Welhem senang melihat Hegan mempunyai sebilah pisau meskipun bukan itu yang di maksud adalah pistol atau senjata api.

"Kita harus mempersenjatakan diri!" kata Welhem lagi. "Cepat, ambil semua barang yang bisa dijadikan senjata."

Hegan dan Keif mengerti apa yang dimaksud Welhem. Di ambilnya pisau sedikit besar dari punya Hegan, kini Keif menggunakan pisau itu. Sedangkan Hegan hanya memegang pisau berukuran kecil.

Lalu Welhem ingat banyak senjata di tenda ketika bersama Jakob di bukit sebelah yang dia tinggalkan ketika itu. "Hai, bagaimana jika kita kesana. Di sana ada senjata api dan bius. Ada yang mau mengantarkan aku!?" kata Jakob memandangi Hegan, Keif dan Dalena. 

Mereka tak langsung menjawab. Mereka masih terkejut yang tidak terkira, ternyata perjalanan ke hutan Black Forest telah membunuh kedua teman mereka. 

"Bagaimana keadaan Amelia. Apakah ia masih hidup?" yang berkata adalah Dalena. "Aku masih tak percaya jika kepala itu adalah kepala Josef. Lalu kemana Amelia."

"Justru itu, kita ambil dulu senjata di bukit sana. Ini alam buas, kita harus mempersenjatai diri!" Welhem berkata.

"Ia, kita harus memiliki senjata buat menjaga diri!" Hegan menimpali. "Nanti kita cari Amelia." 

"Juga aku akan menacari temanku yang hilang pula. Namanya Jakob, mungkin saja ia masih hidup!" sahut Welhem. Keif hanya mengusap muka.

"Baiklah, sebaiknya kita kesana dulu!" kata Welhem sambil melangkah pergi menuju bukit di sebelah mereka di sini. Disusul oleh Hegan, Keif Dalena.

***

Lalu kemanakah Amelia? Sedangkan Josep tewas dengan mengenaskan dimakan oleh makhluk yang sangat besar berburu serta bertanduk itu yang hidup di atas pohon cemara. Mahluk itu adalah raja segala makhluk astral penghuni Hutan Black Forest.

Diceritakan ketika Josep dan Amelia sedang berbuat intim tampa sepengegahuan mereka dua pasang mata memerah tajam sedanv menatap mereka dari atas pohon cemara. Josep ketika bangun dari pelukan amelia, tiba-tiba dari atas sekilat bayangan hitam besar itu langsung menarik tubuhnya dan langsung melesat keatas. Amelia sangat terkejut lalu berteriak "jose...!"

Karena pohon cemara itu sangat tinggi dan lebat sehingga tidak terlihat dengan pekatnya malam. Tak lama Amelia merasakan seperti air menghujani tubuhnya. Warnanya merah dan sangat deras sekali air merah itu. Amelia mengusap kepalanya yang basah dengan air itu lalu diciumnya seperti bau darah segar. Yah, itu adalah darah Josep yang dihisap oleh makhluk itu lalu disemprotkan kebawah tepagt di kepala amelia juga sebagian tubuhnya.

Kembali Amelia berteriak dengan sangat takut. Ia beringsut kebelakang untuk berlari tapi tiba-tiba tubuhnya pun ada yang menarik ke samping. Amelia sempat melihat siapa yang menarik tubuhnya. Segerombolan manusia bertelanjang dada hanya mengenakan dedaunan untuk menutupi bagian selangkangannya. Segerombolan manusia itu sama halnya seperti manusia. Ada berjenis laki-laki juga perempuan.

Dengan cepat segerombolan manusia aneh itu membawa Amelia secara di gotong beramai-ramai. Langkahnya sangag cepat sehingga menwmbus malam tampa rintangan seakan-akan sudah mengerti situasi di dalam hutan itu. Amelia berteriak keras dan meronta, tapi cengkraman manusia aneh itu sangat kuat. Terasa jauh manusia aneh itu membawa tubuh Amelia. Dan entah kemana Amelia dibawa pergi.

Makhluk besar dan berbulu itu sebagai raja segala makhluk astral di hutan itu selalu memangsa daging segar termasuk manusia kanibal yang hidup di dalam hutan itu. Oleh karena itu, manusia kanibal itu berusaha agar tidak memakan sesama manusia. Tapi karena tidak ada lagi makanan yang harus dimakan, mau tidak mau mereka harus memangsa sesamanya. Karena mereka berpikir dari pada termakan dengan makhluk astral raja itu, lebih baik di makan oleh orang-orang sesama kanibal.

Josep tewas di lahap dan dijadikan santapan Raja Astral Hutan Black Forest. Sedangkan Amelia diculik oleh segerombolan kanibal hutan black forest yang sangat buas.

BERSAMBUNG




Tidak ada komentar:

Posting Komentar