Senin, 04 Januari 2016

Wanita Bangsawan Rachel Nadelson

Wilis Robard adalah Tuan tanah di Kuntacky. Hidup sebagai hartawan tidak serta membuat lelaki terkaya ini bahagia. Lamunannya tertuju kepada seorang wanita Bangsawan Rachel Danelson.

Malam terasa indah di langit Virginia. Wanita di balik jendela istana termangu menopang dagu dengan wajah penuh harapan akan cinta kapan dan dimana ia temukan. Wanita itu seperti burung dalam sangkar emas. Segalanya ia dapatkan. Hanya saja kebebasan dalam berinteraksi di dunia luar terbatasi. Pihak kerajaan tidak mengizinkan keluaga raja hidup di tengah-tengah rakyat jelata. Dengan alasan demi keselamatan.

Wilis Robard pemuda kaya raya itu mempunyai kekayaan berupa berhektar-hektar tanah. Dia berpikir harta yang ia miliki masih kurang di rasa. Bukan berupa materi tapi kesenangan batin yaitu Cinta.

"Alangkah baiknya aku ke Virginia untuk menghibur diriku!" pikirnya didalam hati. "Aku bosan dengan semua ini, aku butuh hiburan, yah hiburan!"

Sampailah ia memandang istana dimana seorang wanita bernama Rachel Danelson sedang termenung. Terbesit Wilis Robard ingin menyapanya. Dari balik jendela wajahnya memandang kejurusan depan dimana Wilis Robard sedang berjalan didepan istananya itu.

Wilis Robard melambaikan tangan untuk menggoda. Tentu membuat hati Rachel Danelson menyeringai tak tentu, apakah membalasnya atau tidak lambaian lelaki itu. Ia masih tergugu dengan keadaan sebagai wanita pingit. Dengan perasaan grogi tak menentu, baru pertama kali ia dilambaikan tangan oleh seorang lelaki. Entah kenapa tangannya spontan menyambut untuk membalas lambaian lelaki itu.

Wilis Robard kembali melambaikan tangan sembari tersenyum. Rachelpun membalas lambaian dengan senyuman pula. Lalu Wilis Robard menepuk dadanya perlahan lalu menunjuk kearah pintu istana, maksudnya dengan bahasa isyarat bahwa ia mau masuk bertamu dan menemui wanita itu ialah Rachel Danelson.

Spontan pula Rachel Danelson mengangguk. Lalu ia berbalik badan dan menghilang dari balik jendela.

Wilis Robard menunggu didepan pintu gerbang istana. Sang penjaga dengan bersenjata laras panjang menghampirinya.

"Maaf Bapak siapa dan ada keperluan apa?" sang penjaga istana bertanya.

Wilis Robard memberanikan diri menjawab. "Aku ingin bertemu Nyonya Rachel Danelson! Keperluanku ingin berbicara bisnis tentang pembuatan sertifikat tanah!"

Penjaga itu menatap Wilis Robard lekat-lekat. Penjagaan yang begitu ketat terkadang membuat risih para tamu. Tidak ada tujuan yang pasti dan tak penting dengan urusan kerajaan tidak di izinkan untuk menemui siapapun.
Namun Wilis Robard memberanikan diri dengan yakin dan percaya diri. Tentu ada alasannya.

"Baik Bapak tunggu sini. Saya hubungi dulu Nyonya Rachel!" kata penjaga itu, seraya segera balik badan untuk menghubungi Rachel Danelson.

Tak lama penjaga itu balik kembali menghampiri Wilis Robard. Lalu membuka pintu gerbang istana. "Silahkan masuk, Bapak di izinkan!"

Wilis Robard segera masuk dengan hati berharap Nyonya Rachel tidak kaku dalam menerimanya. Wilis Robard tahu, Rachel Danelson adalah wanita terhormat, wanita bangsawan. Harus ada adab dan etika dalam bertemu kepadanya.

Istana yang indah dengan halaman penuh taman bunga dan kolam ikan itu untuk menghibur keluarga istana ketika sedang senggang dari urusan kenegaraan. Pintu istana yang besar dan luas terbuat dari lapisan emas 24 karat. Dengan karpet primadani motif kembang berwarna merah menghampar dilantai.

Seorang sahaya wanita pesuruh istana menemani Wilis Robard untuk menemui Rachel Danelson. Terlihat beberapa pintu ruangan berjejer sangat rapinya. Di ujung lantai dasar kamar dimana Rachel Danelson berada diruangan itu. Ruangan khusus tamu pribadi keluarga istana. 

Rachel Danelson terlihat duduk di sofa ruang tamu itu. Wajahnya sangat cantik nan rupawan memakai gaun sebagaimana wanita bangsawan. Ia torehkan senyum sumringah ketika melihat Wilis Robard datang menghampiri.

"Selamat malam Nyonya Rachel!" ucap Wilis lebih dulu. Rachel hanya lontarkan senyum. Lalu Wilis Robard menjamah tangan Rachel dan mencium telapak tangannya seperti adat istiadat adanya. 

"Hai!" kata Rachel menyahut. 

"Aku Wilis Robard dari Kuntacky." ujar Wilis Robard memperkenalkan diri, "Tujuanku menemuimu untuk mengurus surat tanah yang belum bersertifikat. Sekiranya pertemuan kita bisa melancarkan urusan itu." 

"Oh yah!" ucap Rachel, "aku yakin kamu kemari tujuannya bukan untuk itu. Kamu berbohong!"

Wilis Robard menyeringai, lalu tersenyum kecil. Rupanya Rachel mengetahui alasannya. Memang benar dia berbohong mengatakan ingin mengurus sertifikat tanah. Sebenarnya hanya ingin bertemu Rachel Danelson.

"Ya kalau tidak berbohong, aku tidak bisa masuk kemari." Berkata Wilis Robard, "aku sebenarnya ingin sekali menatap wajahmu. Sebenarnya kamu lah wanita imajinasiku selama ini." 

Rachel Danelson merasa tersanjung. Ia memang mengenal tuan tanah itu bernama Wilis Robard sejak lama, semanjak ia berkunjung ke daerah Kuntacky. Pemuda tuan tanah itu terkenal dengan kekayaannya. Bukan hanya terkaya, namun ia juga tampan dan elegant. Membuat wanita yang memandangnya terpana, baik dari golongan rakyat kecil maupun wanita bangsawan.

Rachel mempersilahkan Wilis Robard duduk di hadapannya. "Silahkan Tuan!" kata Rachel sembari menjentikan tangan kepada pengawal untuk meninggalkan mereka berdua. Lalu tak lama datang sahaya (pesuruh) wanita membawakan minuman semacam Bir. Sahaya itu menjura hormat lalu meletakan minuman itu dihadapan Wilis Rabard.

Suasana pun menjadi romantis ketika sang Sahaya itu meninggalkan mereka berdua. Senangnya Wilis Robard mendapat perhatian Rachel Nadelson wanita yang selama ini ia selalu memimpikannya, kini sudah berada di hadapannya. 

"Silahkan diminum Tuan Wilis Robard!" Rachel berucap menawarkan.

"Terima kasih Nyonya Rachel!" balas Wilis Robard menjawab.

Rachel Nadelson pun meraih gelas yang sudah berisi minuman sampen. Dengan mengangkat gelas secara bersama-sama mereka melakukan tos yaitu mengadu gelas sehingga berbunyi "Triing"

Mereka lalu minum bersama pula menikmati air yang beraroma dan menghangatkan badan itu.

"Nyonya Rachel!" panggil Wilis Robard.

"Emm ..." jawab Rachel Danelson.

"Malam ini kamu sangat cantik!" Rayu Wilis Robard.

"Terima kasih Tuan Wilis!" Rachel menjawab dengan raut wajah sumringah malu memerah. "Tuan juga sangat tampan!" 

"Sungguh malam ini aku sangat bahagia bertemu dengan kamu. Dinner ini sangat berkesan yang akan menjadi memori untukku selamanya!" ujar Wilis Robard, "engkaulah Nyonya Rachel wanita pujaanku. Engaku mimpiku dan engkau jiwa ku!" 

"Hai ... Tuan Wilis jangan berlebih gitu.!" tukas Rachel.

"Benar Nyonya Rachel," kata Wilis Robard pula. "Aku yakin engkaulah pendampingku yang diberikan Tuhan!" Rachel Nadelson menundukkan wajah lalu terdiam sejenak. Diambilnya tissue untuk megusap bibirnya yang basah. 

Wilis Robard melirik penuh buncah ketika Rachel mengusap bibirnya dengan tissue. Bibirnya penuh pesona dan seksi. Membuat Wilis Robard melongo menatapnya.

"Tuan Wilis kenapa tuan menatapku seperti itu!" seru Rachel Nadelson membuat Wilis Robard tersentak bangun dari rasa kagum memandang wajahnya.

"Oh tidak, maaf!!!" 

Malam semakin larut mereka tampak asik berbahas ucap. Tampa waktu sudah menunjukan 21.23, waktu yang yidak lazim bagi wanita Bangsawan untuk tidur terlalu larut. Namun malam ini terasa cepat oleh Rachel Nadelson, sama halnya dengan Wilis Robard, dia tidak percaya waktu secepat ini.

"Tuan!" panggil Rachel. "Sepertinya kita sudahi pertemuan kita malam ini. Malam sudah larut.!"

"Oh ... baiklah," Wilis Robard menjawab lalu berdiri dari duduknya. Rachel pun berdiri pula. "Yah sepertinya aku pamit untuk pulang. Boleh kah suatu ketika bisa bertemu kembali?" 

Rachel mengangguk. "Ya Tuan Wilis!" katanya.

Wilis Robard melangkah keluar dengan senyuman menyeringai kebahagian. Malam ini adalah malam penuh sejarah yang akan menjadi memori terindah akan cintanya. Malam yang tak akan di lupakan. Begitupun Rachel Nadelson, ia sangat senang sekali baru pertama kalinya di kunjungi oleh seorang lelaki.

Setelah tubuh Wilis Robard hilang dari balik pintu gerbang istana, Rachel Nadelson pun kembali beranjak keruang kamarnya. Sang sahaya menyapanya. "Nyonya Rachel, selamat istirahat!" sambil membukukkan badan. Rachel Nadelson mengangguk, "Emm ..."

Di ruang kamar peraduan Rachel Nadelson yang luas lagi megah dengan perhiasan dinding lukisan keluarga kerajaan juga banyak bunga yang menghiasi kamar Rachel Nadelson.

Wanita bangsawan itu merebahkan tubuhnya di atas bed yang empuk. Pakaian luar di tanggalkannya, hanya pakaian dalam seperti daster tipis transparan sehingga terlihat cawat dan bra yang dikenakannya. Lalu wanita bangsawan itu mencoba memejamkan mata, namun wajah lelaki yang baru saja ditemui membayang kembali pelupuk matanya.

"Wilis Robard itu sangat tampan!" Rachel Nadelson membatin di dalam hati. Rasa hasrat timbul di dadanya. Gejolak asmara yang ia rasakan malam itu sangat berkesan. Ia yakin bahwa lelaki bernama Wilis Robard itu adalah jodohnya.

Rachel Nadelson membalikan badan posisi telentang dan lutut di angkat keatas, sehingga daster tipis itu tersingkap, terlihatlah paha yang putih dan mulus bahkan cawat yang dikenakan terlihat seksi.

Tok, tok, Tok.

Terdengar suara pintu terketuk. "Masuk saja Sahaya, pintu tidak terkunci!" pekik Rachel Nadelson, ia berpikir yang mengetuk pintu adalah Sahaya wanitanya. Derik pintu terdengar perlahan. Alangkah terkejutnya Rachel Nadelson ketika yang masuk bukan Sahaya tetapi tubuh seorang lelaki bertopeng. "Hai siapa kamu!" teriaknya sambil menyingkap pakaian yang terbuka.

Lelaki bertopeng itu masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Rachel Nadelson sangat ketakutan. "Hai keluar dari kamarku!" bentaknya lagi. "Jangan sampai aku teriak keras! Baru berkata demikian, lelaki bertopeng itu segera membuka topengnya.

"Tuan Wilis Robard!" 

"Ya, Aku Wilis Robard Nyonya!" Ternyata lelaki bertopeng itu Wilis Robard. "Maaf terpaksa aku menemuimu dengan cara begini. Aku belum puas pertemuan kita tadi. Aku ingin malam ini bersamamu sampai pagi!" Wilis Robard berujar.

Rachel Nadelson bangun dari tempat tidurnya lalu menuju ke jendela sambil melihat kebawah luar jendela, apakah ada penjaga istana yang melihat kehadiran Wliis Robard dengan cara diam-diam. Terlihat para penjaga istana tidak ada reaksi curiga. Para penjaga itu hanya diam dipos penjaga sebagaimana mestinya.

Rachel pun segera menutup kordeng rapat-rapat. Lalu berkata kepada Wilis Robard, "Uh ... berani sekali Tuan datang dengan cara seperti ini?"

Wilis Robard menyeringai, "Kekuatan cintalah aku berani masuk secara diam-diam, he ..." 

"Nakal kamu Tuan Wilis," kata Rachel, "bagaimana kalau Tuan ketahuan, nanti Tuan bisa masuk penjara!" 

"Tenang saja Nyonya Rachel, tidak usah takut." Wilis Robard meraih tangan Rachel lalu menatap matanya dengan nanar cinta. Rachel pun demikian, dia tidak sanggup memalingkan pandangan dari seorang lelaki Wilis Robard. Dadanya bergetar hebat ketika Wilis Robard mendekati bibirnya. Aroma mewangi dengusan nafas masing-masing. Tapi tak lama Rachel mendorong tubuh Wilis Robard dan berkata, "Jangan Tuan aku takut!"

"Apa yang kamu takuti?" kata Wilis Robard bertanya.

"Aku takut kita ada yang memergoki. Bisa bahaya dengan hubungan kita. Alangkah baiknya kita berhubungan yang wajar-wajar saja!" ujar Rachel Nadelson.

"Tenang Nyonya, aku yang bertanggung jawab!" Setelah berkata demikian. Wilis Robard kembali mencium bibir Rachel. Kali ini sangat cepat sehingga Rachel tak sempat mengelak tahu-tahu sudah hangat di bibirnya. Ditambah pula dengan dekapan tubuh Wilis yang erat manambah jantungnya berdegup kencang. Rasa hangat mengalir deras setiap aliran darahnya.

Nafasnya tersengal ketika lumatan bibir Wilis menutup semua rongga mulutnya. Belaian lembut tangan Wilis Robard mambuat Rachel tak berdaya. Semakin lama semakin hangat dirasa, semakin membucah gelora syahwat hingga ia harus memasrahkan diri untuk ditelanjangi.

Rachel Nadelson menjatuhkan tubuhnya ditempat tidur. Ia tak berdaya untuk menolak ketika tangan Wilis Robard menggerayangi kedua kakinya. Mengusap lembut dari ujung kaki, lutut lalu kedua pahanya.

Tampa disadari Rachel, hanya mengikuti irama belaian tangan Wilis Robard ketika meminta untuk melebarkan kedua pahanya. Kini jelas terlihat selangkangan menyembul lembut dari balik cawat Rachel Nadelson. Paha memutihnya membuat Wilis Robard menggila merabah dan mencium lalu menjilat setiap detail tak terlewatkan

Rachel nadelson bergelinjang hebat dijilati kedua pahanya. Nafasnya tersengal membuncah syahwat yang meninggi. Rachel tampa daya melebarkan dan membiarkan paha putihnya dijilati oleh lelaki yang itu.

Semakin berani Wilis Robard menjamah tangannya ke arah sensitiv Rachel Nadelson. Cawat yang ia kenakan ditarik kebawah melorot lalu terlepas cawat sebagai penutup selangkangan Rachel Nadelson. Dengan menatap nanar penuh liar Wilis Robard menyeringai ketika belahan selangkangan terbuka lebar. Tampak warna orange yang sangat indah dan kelentit yang menjura manja.

Rachel Nadelson hanya menikmati kehangatannya. Wajahnya mendongak tak karuan menoleh kekanan kekiri lalu mendelikkan mata ketika dirasa vaginanya mulai berdenyut hebat. Jilatan lidah Wilis Robard menjalar dari paha kini vagina itu. Belaian lidah Wilis Robard sangat penuh sensasi yang ia rasakan. Usapan bibir di rongga vagina membuat Rachel Nadelson tertahan ingin menguarkan air buncah.

Benar saja tak lama air buncah itu menyembur keluar tepat di lidah Wils Robard. "Ohh ....  Uuh .. Tuaan .... Ma, ma, maafkan aku aahh ... essst.."

Wilis Robard merasakan lidahnya basah dan hangat lendir dengan bau yang khas. Lelaki itu sangat suka denga aroma nyinyir yang disemburkan dari rongga selangkangan Rachel Nadelson.

"Emm ... emm ... emm ..." desis Wilis Robard ketika mengusap bibirnya yang berlendir dari air buncah Rachel Nadelson.

Rachel bangun dari telentangnya dengan posisi duduk laku Wilis Robard menarik baju yang dikenakannya. Kini Rachael hanya memakai bra berwarna pink. Tak mau lambat bra itu pun di tanggalkannya. Kini Rachel pasrah bertelanjang tampa sehelai benangpun.

Posisi wajah tepat di hadapan selangkangan lelaki bernama Wilis Robard. "Jangan aku tidak mau!" yang berkata Rachel Nadelson. "Kita punya adab dan istiadat tidak pantas sebagai keluarga kerajaan bersenggama seperti anjing liar di pinggir jalan!" ujarnya Rachel Nadelson. 

"Oh ... Baiklah!" yang berkata itu adalah Wilis Robard. Ia kembali posisi kebawah dengan merungkuk seraya mencium bibir Rachel dan Rachel menanggapi sambil menarik tubuh Wilis Robard sehingga ia tertindih tubuhnya. "Kalau ini sudah umum Tuan!" kata Rachel Nadelson.

"Maaf aku Nyonya Rachel!" berujar Wilis Robard, lalu ia mengarahkan zakarnya ke vagina Rachel. Sedangkan Rachel mencoba untuk membuka lebar agar zakar Tuan Wilis mudah masuk. Tapi sial liangnya sempit sehingga dengan susah payah Wilis mengarahkan agar zakarnya tenggelam keliang vagina Nyonya Rachel namun beberapa kali gagal.

Rachel kembali melebarkan kedua pahanya dengan cara mengangkat kedua kakinya kelangit-langit tetapi masih sulit juga. Rachel Nadelson bergumam. "Ini punyaku yang sempit, apa punya Tuan sih yang kegedean!"

Wilis Robard menyeringai lalu menjawab. "Mungkin punya Nyonya yang sempit. Kan Nyonya masih perawan!" "Punyamu besar juga kalii ..." balas Rachel Nadelson.

"_Ah kamu cerita ini serius kenapa di lucu-lucuin sih!"

Kembali Wilis mengarahkan kepala zakarnya dengan ditempelkan kebibir vagina Rachel. "Nyonya hentakan keatas!" kata Wilis. "Mulai dari satu sampai tiga yah ..." "eh, eh!" desis Rachel.

1, 2, 3.

Khuuf...

"Ah ... Meleset lagi" ujar Wilis Robard dengan keringat mengucur deras.

"Ayo dong Tuan Usaha!" 

"Ini juga lagi usaha!"

Sekali lagi Wilis Robard menempelkan kepala zakarnya di bibir vagina Rachel. Seperti tadi hitungan ketiga Rachel harus menyentakkan pinggulnya keatas. "Satu, dua, tiiii"

"Gaaa ...."

Khuf....

"Aaaaagh ...... Meleset lagi!" pekik Wilis Nadelson. "Suee!"

"Nyonya," panggil Wilis pelan, "bagaimana ini, dari tadi kok susah bingit masuknya.

"Coba Tuan angkat pinggul Tuan, aku mau pegang punya Tuan lalu aku arahkan ke punya ku!" berkata Rachel Nadelson.

Wilis Robard menuruti apa yang dikata Rachel. Dia mengangkat pinggulnya keatas lalu Rachel merabah untuk memegang zakar Wilis Robard. Setelah terpegang, Rachel mengarahkan zakar Wilis kearah liang vaginannya. Sambil membuka luas-luas rongga selangkangannya. "Nah! sekarang Tuan yang menghujamkan punya Tuan dengan disentak." "Iya!" kata Wilis Robard.

Wilis Robard bersiap untuk menghentakkan zakarnya. Sedangkan Rachel memcekram zakar Wilis sambil menghitung mundur. "3, 2, saaa ..."

"Tuu ...."

Khuuf...

Egggg...

"Ah ... " Akhirnya masuk juga tapi sayang baru kepalanya saja. Wilis Robard meringis kesakitan karena batang Zakarnya melengkung, kalau dipaksakan bisa patah. "Adaw ..." teriak Wilis meringis. "Uh ... gagal lagi. Ia segera mencabut zakarnya kembali.

"Yah ... kenapa dicabut,!" kata Rachel protes.

"Kalau diterusin bisa patah!" jawab Wilis Robard. "Coba di ulang lagi Nyonya Rachel!" Sambil mengangkat kembali pinggulnya. Rachel pun mengulang kembali dengan memegang zakar Wilis Robard. "Siap yah," ujar Rachel seraya mengarahkan kembali kepala zakar Wilis Robard ke bibir vaginannya.

Khuuf...

1

2

3

Ugh.... 

"Ahh ....!" Wilis berdeisis meringis. Blebeg.... Breeb...

"Hajar Tuan Wiliiiiliiiis ......" pekik Rachel. 

Cuk, cuk, cuk, cuk, cuk, 

Ug, ug, ug, ug, ug, ug, ug.

Wilis Robard pun anjut-anjutan. Sedangkan Rachel merasa ambul-ambulan..

"Yes,,,!" ujar Rachel. 

"No,,,!" desah Wilis nyinyir.

"Aku mau keluar sayang...!"

"Aku belum mauuu...tahan sayang....!" 

Beberapa menit setelah Wilis berkata demikian, zakarnya muntah tak tertahan. Rachel berdesir vaginanya terasa hangat dan lembab. Mereka pun terbuai lunglai tak berdaya ketika selangkangan Rachel mencicit air orgasme tak tertahan enaknya membuat Rachel mendelik merem melek mirip orang kelilipan debu.

Wilis Robard terasa terkuras tenaganya sehingga lunglai diatas tubuh Rachel dan di biarkan zakarnya tertanam rapi di rongga selangkangan itu.

"Terima kasih Nyonya Rachel!" bisik lembut Wilis Robard ditelinga Rachel.

"Sama-sama aku juga terima kasih Tuan Wilis Robard. Kamu sungguh hebat membuat selangkanganku terasa tebal cenat-cenut.

Setelah berkata begitu mereka pun diam sejenak beristirahat sambil terus berdekapan tampa harus mencabut zakar Wilis Robard, dan memang Rachel yang meminta, "Jangan di cabut Tuan Wilis biarkan punyamu mengeram di selangkanganku!"

***

Perlu diketahui ketika mereka sedang terlena dengan permainan ambul-ambulan, dari balik pintu sepasang mata sedang mengintip. Sepasang mata itu adalah sang Sahaya wanita alias pesuruh atau disebut dayang-dayang. Walaupun Sahaya itu mengintip, tapi dia tidak terangsang, bahkan mual melihatnya. Hanya saja ia menggunakan kesempatan untuk mengintip direkam dengan menggunakan kamera pada zamannya. Sahaya itu merekam perbuatan Rachel Nadelson dan Wilis Robard hanya untuk di jual oleh lawan politik orang tua Rachel Nadelson.

Maksudnya untuk di tukar berupa materi hasil dari rekaman itu. Tentu dengan bayaran yang cukup besar. Sahaya itu menyeringai lalu bergumam di dalam hati, "Aku akan punya uang yang banyak untuk ku jual oleh tuan JOHN  QUINS ADAMS."

Setelah puas dan rekamannya sudah tersimpan di kartu memori Sahaya itu bergegas dari balik pintu, dan segera menyimpannya rapat-rapat tampa di ketahui orang-orang istana.

***

Setahun lagi pemilihan President akan diselanggarakan. Kandidat yang terpilih menjadi calon pemimpin rakyat Amerika Serikat tersaring sisa dua orang yaitu: 

John Quins Adams dan Andrew Jackson.

Kedua kandidat itu akan bersaing sengit untuk mendulang suara rakyat Amerika. Berbagai cara di gunakan mereka, namun yang sangat kentara berbuat licik adalah John Quins Adams. Selain dia bermain suap menyuap kepada rakyat kecil agar memilihnya juga dia suka mendatangai paranormal.

Sedangkan Andrew Jackson dia adalah kandidat yang jujur hanya saja dia dapat di kenal masyarakat karena suka blusukan. Hanya saja ia tidak fokus terhadap misinya. Pemikirannya terpecah hanya karena ia suka sama wanita partai yang mendukungnya yaitu Rachel Nadelson. Tampa sepengetahuannya kalau Rachel Danelson sudah menyukai seorang lelaki Hartawan bernama Wilis Robard pengusaha tanah dari Kuntacky.

Sambungannya #Dua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar