Rabu, 11 Maret 2015

Pendekar Kipas Sakti berotak Mesum

SATU

Pagi terasa indah. Surya menampakan diri dengan malu-malu. Hembusan angin mengantarkan awan-awan tebal memapas puncak Gunung Merapi. Di puncak Gunung bergulung-gulung dengan kabut awan beriak putih. Serumpun Pohon dengan ranting yang sudah sangat rapuk masih tetap bertengger di kaki gunung sampai di tengahnya.

Di kaki gunung, terlihat deru debu berterbangan dari kaki kuda yang menghentak tanah dengan keras. Jalannya sangat cepat, seolah-olah ingin ada yang di tuju dengan segera. Menaiki dan melompat dengan menarik kekang tali kuda, orang ini sangat liahy dalam mengendarai binatang yang gagah dengan bulu berwarna putih.


Tubuhnyanya terlihat ramping, pakaian menggelebar-gelebar berwarna ungu. Menggunakan ikat kepala berwarna putih. Orang ini berkuncir buntut kuda. Bisa di katakan orang ini bukanlah lelaki. Apalagi dengan gerakan yang sangat lembut tapi cekat dalam menunggangi seekor kuda. Penunggang kuda itu sudah pasti seorang wanita.

Penunggang kuda ini menuju pemondokan di sebuah badan gunung yang cukup lebat dengan serumpun pepohonan yang bertengger sejak puluhan tahun yang lalu. Dengan hentakan kaki kuda dan ringkikan kuda berlari dengan cepat. Sampailah di sebuah pemondokan di mana sebuah bangunan yang terbuat dari dahan-dahan pepohononan dengan dinding terbuat dari anyaman bambu serta atap rumah yang hanya di tutup dengan dedaunan kering, namun sangat kuat untuk berteduh dan bertempat tinggal di sana.

Anak lelaki remaja di perkirakan berusia Lima Belas tahun menjura memberi hormat kepada Penunggang kuda putih itu.

"Hormatku bunda." kata anak remaja lelaki itu.

Badannya kecil berkulit putih namun terlihat bidang-bidang di dada. Walaupun mempunyai badan yang sedikit kurus, namun badannya yang bidang terlihat gagah, mungkin seusia remaja ini perkembangan tubuhnya belum terpenuhi untuk pertumbuhannya, butuh pengemblengan sehingga membentuk tubuh yang kekar sebagai seorang Pendekar.

Wanita berkuncir kuda itu hanya mengangguk. Lalu Ia turun dan segera menuju kepemondokan. Anak remaja itu mengekori dari belakang.

Di dalam Pemondokan yang penuh dengan hiasan dan lukisan yang mempunyai nilai seni tinggi terpampang di setiap dinding Pemondokan tersebut. Rupanya penghuni Pemondokan tersebut mempunyai rasa seni  akan keindahan. Banyak lukisan-lukisan bunga yang penuh warna-warni. Sementara tak kalah indahnya, di ruangan yang di khususkan untuk menjamu tamu. Terpampang sebuah pedang yang sangat indah dengan kepala gagang berbentuk kepala burung merpati berwarna emas. Pedang yang menjadi kebanggaan dan simbol dari pemilik pemondokan yang bukan lain Ia seorang wanita.

"Anakku! Silahkan kamu duduk bersila di depan ibu!" Wanita itu menyuruh lelaki remaja itu untuk duduk berhadapan dengannya. Di lepas kuncir yang mengikat rambutnya, sehingga terlihat rambutnya terurai sangat indah dan menambah cantik di pandang.

Anak lelaki remaja itu hanya menundukan wajah. Tidak berani menatap lekat ke arah seorang wanita yang bukan lain adalah Bundanya sendiri. Dengan menjura hormat anak itu berkata:
"Ya Ibu! Apa yang harus aku dengarkan!"

Wanita itu melemparkan senyum masam. Wajahnya seperti ada beban di rasakan.

"Arya Welang anakku! Usiamu sudah cukup untuk menerima warisan pusaka dari ku,"

"Warisan pusaka.!" Anak remaja itu mengkernyitkan dahinya, betanda tanya. "Berupa apakah itu Ibu?"

"Nanti! Ibu rasa, ibu harus mandi dulu!" wanita itu membuka sedikit ikatan yang melingkari pinggangnya. Terlihat terselip sebuah Kipas lipat yang sangat unik. Kipas itu berwarna merah jambu dan dengan batangnya terbuat dari kayu cendana yang menguarkan bau aroma wangi. "Aku mau ke sungai dulu membersihkan tubuh ibu yang penuh debu nak!" Arya Welang menjura kepada Bundanya dengan menganggukan kepala, lalu Ia pun segera bangkit dari duduk silanya untuk mempersiapkan latihan jurus selanjutnya. Jurus yang sempat di buat bingung dengan gerakan yang unik serta ketingkatan yang sangat sulit.

***

Sungai cukup deras menguarkan suara menderu akibat hempasan air melabrak sebongkah batu. Ning Warsih berdiri di antara sebongkah batu itu. Tubuhnya yang ramping gempal dengan pinggul yang sangat menggiurkan. Pantaslah banyak lelaki yang ingin selalu tidur dengannya. Namun semenjak mempunyai anak yang terlahir tampa seorang bapak, Ning Wasih mencoba untuk menghilangakan karakter buruknya. Yaitu sering menggoda lelaki apabila nafsu syahwatnya membuncah.

Arya Welang adalah putra satu-satunya. Ning Warsih berusaha untuk menutupi perbuatannya yang buruk. Dan mencoba menghindar apabila Arya Welang menanyai siapa bapak kandungnya. Ning Warsih berujar kepada Arya Welang bahwa Ia anak pungut yang Ia ambil dari suatu peristiwa yang sangat mengerikan. Perampokan sehingga membunuh kedua Orang Tua Arya Welang. Ning Warsih berbohong dan mengarang cerita, walaupun bulir-buliran air mata membasahi kedua pipinya, hanya untuk menghindari pertanyaan tentang siapa bapak kandungnya.

Dengan dudukdi atas batu yang berada di tengah sungai. Ning Warsih membersihkan tubuhnya. Wajahnya yang ranum berbentuk oval telur dengan bibir sedikit tebal nan seksi, juga mempunyai mata yang lentik dengan alis sangat tipis, sungguh wanita seperti Ning Wulan menjadi incaran para lelaki yang bermata keranjang.

Rupanya, mandi dengan penutup kain yang melingkar di tubuhnya di rasa kurang nyaman. Tapi Ning Warsih malu kalau Ia mandi dengan telanjang lepas, walaupun tidak ada orang pun di lereng gunung merapi. Tapi Ia merasa jengah apabila Dia mandi di intip oleh anaknya sendiri, yang bukan lain ialah Arya Welang.

'Ah!.. mana mungkin Arya Welang mengintip ibunya sendiri!" Ning Warsih membatin. Namun sebagai Pendekar yang mempunyai kepandaian tinggi Ia memasang mata ghaib untuk mengetahui apabila adayang datang ataupun yang mau mengintip Ia mandi.

Di tanggalkannya kain yang menutupi tubuhnya. Jelaslah postur tubuh yang sangat indah. Dengan lekukan-lekukan yang sangat merangsang. Bokong yang dimiliki Ning Warsih sangat menggoda. Buah dada yang menyembul-nyembul menambah seni yang sangat indah. Sungguh sempurna kelebihan pendekar wanita ini.

***
Dua puluh lima jurus di gerakan remaja lelaki itu. Tubuhnya yang kecil namun terisi, lambat laun mulai terlihat otot-ototnya sehingga berbentuk bidang. Kerongkongannya terasa kering. Rupanya Ia dahaga setelah melatih jurus-jurus yang Ia dapatkan dari seorang Bunda, yang bukan lain bernama Ning Warsih, pendekar yang paling seksi dan genit di mata para pendekar bergolongan hitam.

Dengan peluh mengalir deras. Butiran kerngat mebasahi tubuhnya. Arya Welang segera menuju sungai dimana sang bunda mandi di sana. Sekira beberapa meter berjalan, Di balik pohon Arya Welang terhenti langkahnya. Dia terkejut melihat sosok besar di hadapannya. Sosok makhluk yang sangat menyeramkan. Dengan wajah yang penuh bopeng, matanya memancarkan warna merah. Rambutnya yang awut-awutan tak ter-urus. Di tambah tubuh yang sedikit gendut seperti badut, terlihat sangat jelek, menyeramkan pula. Sambil bertolak pinggang makhluik ini berkata:
"Aku ingin bertemu seorang wanita yang bernama Ning Warsih?" dengan wajah kurang sedap di pandang. "Cepat!..di mana wanita itu!" Makhluk menyerengai dengan wajah garang.

'Kamu siapa hai orang jelek!' tanya balik Arya welang memasang wajah marah. "Ada perlu apa kamu mencari ibu ku!"

Yang di tanya malah tertawa. ""oh .. hehehe, rupanya wanita itu ibu mu nak!" Melihat gelagat orang ini bukan orang baik-baik, Arya Welang segera memasang kuda-kuda. "Jadah.. tahu dari mana bisa tahu tempat ibuku?"

"Bocah gemblung! Jaga etika kamu! Berhadapan dengan siapa kamu!" sentak makhluk yang paling jelek itu. "Kamu anak ingusan harus di ajar ilmu adab, agar cara bicaramu punya etika!"

"Gak usah menggurui! Cepat mau apa kamu bertemu ibu ku?"

Sebelum Makhluk ini menjawab. Dari jurusan timur terdengar pekikan suara yang sangat santar terdengar, seakan-akan memecah langit. Suara yang sudah di sertai dengan tenaga dalam, walaupun terlihat jauh orang yang menyentak namun terasa dekat di telinga.

"Berhenti berdebat!"

Rupanya yang menyentak Ning Warsih. "Mau apa kamu eh kelabang kaki seribu!"

Makhluk buruk rupa itu yang ternyata bernama Kelabang Kaki Seribu.

"Aku hanya ingin menyambangi kamu," kata Kelabang Kaki Seribu. "sudah lama kita tidak bertemu dengan kamu, aku merindukan saat-saat kita dulu," Kelabang Kaki Seribu menjawab dengan sedikit sunggingkan senyum sumringah.

"Masih ingat juga makhluk jelek ini," Ning Warsih membatin, seraya mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih basah terurai. Kelabang Kaki Seribu yang pernah mencicipi keindahan tubuh Ning Warsih, kini Ia harus menyelet lidah kembali. Matanya membuncah menatap dada Ning Warsih yang menyembul dari balik kainnya. Putih merona Buah dada yang sangat montok walau terlihat setengahnya karena kain yang membalut tubuh Ning Warsih di atas Dadanya.

"Anakku!..kamu pergi Ibu ada urusan dengan orang ini!" Mendengar perintah dari sang Ibu Arya segera melangkahkan kakinya. "Rupanya orang jelek ini adalah kawan ibu ku." batin Arya welang dan segera menuju sungai untuk membersihkan tubuhnya.

"Ada apa kamu datang kemari," Ning Warsih berkata, sambil melangkah ke pemondokan bersama Kelabang Kaki Seribu. "Pasti kamu mau bercinta dengan aku kan?" tanya Ning Warsih. Kelabang Kaki seribu geleng-gelengkan kepala. "Tidak!..aku hanya ingin menagih janji kamu untuk memberikan ilmu kepadaku.

Ning Warsih mengkernyitkan kening. "Ilmu apa kisanak?..Perasaan aku tidak pernah berjanji sama Kisanak?"

"Sudah lupa yah," ujar Kelabang Kaki Seribu. "Saat Nyai memberikan tenaga dalam kedalam tubuhku, agar aku dapat bertahan selama bertarung di atas ranjang bersama Nyai?"

"Oh.." Ning Warsih mencoba mengingat-ngingat. "Aku ingat yang kau maksud Ilmu:


"Balung Besi Pemikat Dara"

Ning Warsuh mengungkap

Kelabang Kaki Seribu memandang wajah Ning Warsih. "Aku saat ini sedang membutuhkan Ilmu itu," kata lelaki itu yang bukan lain Kelabang Kaki seribu.

Ning Warsih hanya terdiam, lalu Ia melangkah ke dalam kamar untuk segera mengenkan pakaian. "Tunggu di sani! Aku mau berpakaian dulu!" seraya menunjuk ke kursi.

Kelabang Kaki Seribu mengangkat kedua alisnya sambil menyunggingkan senyum. wajah yang sangat buruk wal jelek tapi kalau tersenyum, orang ini cukup rupawan juga walau dengan bopeng menggerayangi seluruh paras wajahnya.

Di dalam kamar Ning Warsih bergumam: "Bangsat itu kenapa kembali lagi! Segala minta ilmu leluhurku lagi?" rutuk Ning Warsih. Seraya teringat akan masa lalu bersama orang yang berjuluk Kelabang Kaki Seribu itu. Dia rupanya menginginkan ilmu "Balung Besi Pemikat Sukma" Ilmu yang sangat dasyat dalam bertempur di atas ranjang. Memang ilmu ini hanya di peruntukan untuk lelaki. Tetapi Ning Warsih mempelajarinya dari leluhurnya, hanya untuk agar lawan mainnya di atas ranjang bisa memuaskan Ning Warsih sendiri. Ilmu yang sangat di cari-cari oleh lelaki hidung belang dan lelaki yang Impoten alias tidak bisa berdiri penisnya.

Kelabang Kaki Seribu menunggu dengan wajah penuh harap, agar Ning Warsih bersedia untuk mengajarkannya. Di saat itu terbesit akan keindahan tubuh Ning Warsih. Di dalam hati lelaki itu dengan julukan Kelabang Kaki Seribu terlintas ingin melihat sekali lagi keindahan tubuh wanita yang berada di dalam bilik kamar yang terbuat dari bambu, yang bukan lain Ning Warsih yang sedang memakai pakaian.

Dengan berjalan mengendap-ngendap, lelaki itu mencoba mencari lubang bilik. Di lihat lubang yang cukup besar. Dengan mata tak berkedip lelaki buruk rupa itu mendekatkan matanya ke liang yang menganga. "Ah.. ini jelas sekali, pas banget di bokong nya," gumamnya di dalam hati. Ning Warsih saat itu sedang mengeringkan rambutnya dengan kain. Bokongnya yang bohay terlihat. Menyembul-nyembul ke kana dan ke kiri, membuat mata Kelabang Kaki Seribu tak berkedip. Rahangnya naik turun. Bagaimana lidah tak menyelet, ternyata tubuh Ning Warsih masih seksi dan sempal tidak berubah seperti yang dulu.

"Uh..kamu memang wanita hebat Ning Warsih..oh...seandainya engkau mengulangi seperti yang dulu bersama aku uh..." desis di dalam hati si buruk rupa. 'Ah...aku uh.." Di sasat mata tak berkedip memandang lekat-lekat bokong Ning Warsih, sura sentakan terdengar santar memekik seantero ruangan yang terbuat dari anyaman bambu. "Mata juling berotak mesum! Jangan kira aku tidak tahu kamu mengintip." Yang menyentak dari dalam kamar yang bukan lain Ning Warsih. Suara sentakan yang di sertai dengan tenaga dalam sangat santar. "Sialan.." batin Kelabang Kaki seribu, seraya menjauhkan matanya dari lobang.

"Hehehehe..maaf Nyai!...abis aku gak ada kerjaan, kamu terlalu lama, jadi aku iseng!" mengujar Kelabang Kaki Seribu. "Mata juling! Bermuka Bopeng.!" hardik Ning Warsih dengan suaranya yang lantang.

DUA

Ning
Warsih keluar dari peraduannya. Pakaian berwarna merah dengan ikat kepala juga berwarna merah. Lambang bunga dan sebilah kampak tergambar di tengah-tengah ikat kepala itu. Dengan celana nantung dan jubah yang hanya di ikat dengan bahan seperti selendang berwarna ungu. Belahan di dada sedikit terbuka, sehingga Buah Dada yang putih meranum seksi di pandang. Kelabang Kaki Seribu terperangah dengan mata menyolot ketika Ning Warsih keluar dari dalam kamarnya. Rahangnya tertahan, sambil menelan ludah, Dia bergumam di dalam hati: "Bangkee..Besar sekali pepaya Ning warsih." Yang di maksud pepaya adalah, buah dada Ning Warsih yang menyembul keluar dari belahan pakaiannya.

Tiba-tiba

"Plok!.."

Tamparan mendarat ke wajah Kelabang Kaki seribu. Wajahnya memerah panas. Di usap-usap dengan telapak tangannya. Tamparan dengan menggunakan tenaga dalam, sungguh terasa panas di rasakan oleh lelaki buruk rupa itu. "Pelecehan kamu! Jangan samakan aku dengan yang dulu. Aku sudah bertobat kisanak!" ucap Ning Warsih dengan memasang wajah serius. Yang di tampar hanya mengangguk malu sambil melirik tipis ke wajah Ning Warsih lalu kemudian menundukan kepalanya kembali. Hatinya tercekat karena tujuan untuk menyambangi wanita si kucing liar ini, hanya untuk meminta Balung Besi Pemikat Dara. Ilmu untuk membuat si penis tahan lama. Dan dapat menghujam sangat gereget di rasakan Wanita yang menyicipinya.

"Silakan Kisanak menuturkan maksud kisanak kemari?" tanya Ning Wulan. Sambil mengikat rambutnya dengan kunciran buntut kuda, ciri khas dari pendekar wanita ini.

"Aku kemari di tugaskan oleh Adipati untuk mempelajari dan menyerap Ilmu?"

"Stop!" pungkas Ning Warsih memotong perkataan Kelabang Kaki Seribu. "Katanya buat kamu,?"

Kelabang kaki seribu menundukan wajahnya. Lalu berkata dengan suara datar: "Aku hanya di utus oleh Adipati Ronggo Luwang, karena beliau akan menikahi seorang selir yang masih muda belia, sehingga aku di utus untuk mencarimu, hanya untuk mendapatkan ilmu Balung Besi Pemikat Dara."

"Lalu!" Ning Warsih berseru.

"Dengan mendapatkan ilmu itu, aku akan di angkat hulubalang kelas satu." tutur Kelabang Kaki Seribu. Mukanya memerah karena lancang mengintip di saat Ning Warsih sedang mengenakan pakaian. Ia mendongak keatas menatap wajah Ning Warsih. "Sudilah kiranya nyai memberikan ilmu itu kepadaku."

"Baik..!" kata Ning Warsih. " Karena kamu dulu sebagai sahabatku yang telah menyelamatkan nyawaku. Aku akan memberikan ilmu itu kepadamu. Tapi bukan karena Adipati itu. Karena kamu yang ingin menjadi Hulubalang kelas satu Adipati," Ning Warsih menepuk pundak Kelabang Kaki Seribu. "Kau-lah sahabatku. Aku berutang nyawa padamu."

"Berdirilah!" Ning Warsih mengangkat tangannya. "Aku akan memberikan ilmu itu padamu!"

"Terima kasih Nyai," Kelabang Kaki Seribu menjura hormat.

"Buka bajumu"

"Apa Nyai!" tertegun Kaki Kelabang Seribu mendengarnya. "Semua Nyai?"

"Ia semua! Tampa sehelai benang pun!"

"Gila!" Pikir Kelabang kaki seribu.

Ada rasa malu di benak hati pendekar yang bejuluk Kelabang Kaki Seribu ini. Walaupun Ia sendiri pernah menikmati keindahan tubuh Ning Warsih. Rasa jengah untuk menerima ilmu Balung Besi Pemikat Dara dengan cara seperti ini.

"Apakah harus telanjang bulat Nyi!"

"Sudah lakukan jangan banyak tanya!" sentak Nyi Warsih. "Kalau tidak mau! Yah sudah pulang sana tampa menghasilkan apa-apa."

"Ba.. baik lah." ucap Kelabang Kaki Seribu dengan terbata-bata.

Pakaian yang di kenakan Kelabang Kaki Seribu di lepasnya. Kini lelaki itu terlihat jelek sekali. Dalam keadaan bugil, terlihat jelas perutnya yang buncit. Bokongnya yang sudah melesek, entah karena terlalu banyak duduk kali. Atau memang suka bermain dengan wanita lain dengan posisi Women on Top, sehingga pantat lelaki yang berjuluk Kelabang Kaki Seribu toples.

Ning Warsih memalingkan wajahnya, ketika Kelabang Kaki Seribu membuaka calana dalam yang Ia kenakan. Gandulan yang hitam pekat dan bulu-bulu yang menjela-jela membuat Ning Warsih tertawa cekikikan di dalam hati. Penasaran akhirnya Ning Warsih memberanikan diri untuk melihatnya. Teringat waktu dulu ketika Ia bersetubuh bersama lelaki buruk rupa itu.

TIGA


Kelabang Kaki Seribu menyeringai. Mukanya memerah karena malu. Dia berdiri tegap. Senyuman yang terbesit di bibir yang lembut, siapa lagi yang punya bibir itu adalah Ning Warsih, pendekar yang memiliki ilmu kanuragan pewaris Kipas Sakti dari eyang Soka.

Dengan wajah manisnya, Ning Warsih menguarkan Kipas Saktinya. Kipas lipat dengan Motif kembang dan buah hati. Batangnya terbuat dari emas. Kipas itu akan menguarkan tenaga dalam yang sangat tinggi, apabila di gunakan mengibas senjata lawan.

"Kamu sudah siap orang jelek!" Ning Warsih berkata. "Siap Nyai" sambut Kelabang Kaki Seribu.

Kipas di mekarkan. Siap untuk di kibaskan ke arah penis yang menggelantung bebas. Siapa lagi kalau bukan penis Kelabang Kaki Seribu yang akan di a-liri ilmu "Balung Besi Pemikat Dara". Ning Warsih merentangkan tangannya. Dengan menggenggam Kipas sakti itu seraya melambai-lambaikan kipas saktinya dengan perlahan sambil komat-kamit membaca mantra. Saat itu juga, suara angin menderu. Tidak kencang namun hawanya terasa panas. Padahal kipas itu hanya perlahan-lahan mengibaskannya, tapi angin yang di hembuskannya mengandung tenaga dalam yang sangat tinggi. Tidak sembarang orang bisa menggunakan Kipas Sakti itu kalau bukan empunya.

Banyak yang mengincar Kipas Sakti itu agar jatuh ketangannya. Namun akan sia-sia tidak dapat di gunakan karena Kipas Sakti itu hanya bisa di gunakan orang yang mengerti akan mantra-mantranya.

Hawa panas menyelimuti tubuh Kelabang Kaki seribu. Matanya terpejam. Karena Ia dalam keadaan bugil, apalagi Ning Warsih di depannya, walaupun malu, namun penisnya tidak punya malu. Dengan sendirinya, penis Kelabang kaki Seribu tegang dan memanjang.

"Setan! Jangan kau gaceng dulu!" sentak Ning Warsih. Kelabang Kaki Seribu jadi menyeringai malu.

"Gaceng sendiri Nyai.." ujarnya. "Cepat Nyai aku malu hehehe"

"Dasar manusia jadah!.."

Dengan sentakan di sertai dengan tenaga dalam. Ning Warsih mengibaskan Kipas Saktinya. Angin berderu dengan warna hitam lalu berubah menjadi biru. Menderu memapas angin panas yang di timbulkan oleh Kibasan Kipas Sakti itu. Tubuh Kelabang Kaki Seribu terasa terbakar. Ia menjerit tertahan dengan nafas tertumpu pada rongga hidungnya. Darahnya mulai menjalar bergeliat ke bawah penis yang menggantung. Desirannya sangat cepat. Panasnya terasa berjalan dari ujung rambut sampai ke kaki. Cuma panas itu tertahan ketika sampai di penis yang sedari tadi menegang gaceng. "Agrh......!" Kelabang Kaki Seribu berteriak santar. Tubuhnya bergidik. Sinar hitam kebiru-biruan menggulung-gulung di tubuhnya.

Lalu sinar itu berubah menjadi warna kuning. Hawa panas berubah menjadi dingin. Namun rasa itu hanya terasa di sekujur tubuh kecuali penis Kelabang Kaki Seribu. Menahan rasa panas di penis. Ketika sinar itu menghilang Ia pun kelojotan pingsan, alias taksadarkan diri.

***


Kira-kira sepeminum teh. Kelabang Kaki Seribu kembali sadar. Kini di rasakan penisnya mulai dingin. Dalam keadaan telanjang, terkulai lemas di suatu pembaringan yang terbuat dari anyaman bambu. "Nyai!" Kelabang Kaki Seribu memanggil Ning Warsih. Di lihat tidak ada Ning Warsih. Ia sendiri di dalam kamar yang hanya di terangi lampu tempel yang terbuat dari bambu, semacam obor kecil. Rupanya waktu telah malam.

Suara derik pintu terdengar. Sesosok wanita dengan berpakaian hanya menutup dada dan selangkangannya saja. Kelabang Kaki Seribu terperanjat kaget, rupanya yang datang adalah Ning Warsih. Tapi yang membuat Ia lebih terkejut, kedatangan Ning Warsih di pembaringannya, hanya berpakaian setengah telanjang. Wanita yang memberikan ilmu Balung Besi Pemikat Dara itu sunggingkan senyum. Dan berkata menyeringai lontarkan senyum manja: "Sudah dua jam kamu terbaring tidak sadarkan diri Kang Braja!" Wanita itu memanggil lelaki yang buruk itu dengan sebutan nama Kang Braja, yang bukan lain nama asli dari Pendekar yang berjuluk Kelabang Kaki Seribu itu.

"Rupanya Nyai masih ingat namaku!" ujar Kang Braja alias Kelabang Kaki Seribu. Di saat kesadarannya penuh. Kelabag Kaki Seribu bahwa Ia belum mengenakan pakaian. Penisnya terasa bergerak-gerak berdenyut tegang. Ning Warsih yang terbelalak melihat penis seorang lelaki yang bernama Braja itu alias Kelabang Kaki Seribu. Sudah lama Ia belum pernah merasakan kembali penis seorang lelaki,semenjak melahirkan seorang putra dari berbagai macam lelaki. Putra yang di hasilkan dari berbuat mesum di setiap lelaki yang di jumpainya. Putranya itu bukan lain bernama Arya Welang.

"Kelabang Kaki Seribu melihat Ning Warsih berpakaian seksi begitu rupa seray bertanya: "Apa maksud Nyai berpakaian seperti itu di hadapanku?"

Ning Warsih sunggingkan senyum genit.

"Aku ingin mengetes ilmu yang aku berikan padamu! Apakah sudah menyerap mengalir ilmu Balung Besi Pemikat Dara ke tubuhmu?" kata Ning Warsih. "Aku juga kagum melihat kegagahanmu kakang!" sambil berkata begitu, NIng Warsih melepaskan penutup selangkangan dan dadanya. Sehinga terlihat tubuh yang gempal dan bohai terlihat.

Kelabang Kaki Seribu menyeletkan lidah. Matanya menyolot tajam. Rahangnya naik turun menelan ludah. Apa yang di intip di kamar Ning Warsih kini menjadi nyata di depan mata. "Oh Nyai...tubuh kamu belum berubah," ungkap Kelabang Kaki Seribu. "Ssstt..bahkan Nyai bertambah seksi."

"Akang!..Bacakan mantra-mantra yang aku berikan padamu," suruh Ning Warsih. "Lalu tiupan ketelapak tangan akang. Setelah itu usapkan ke penis akang!" Mendengar perintah Ning Warsih, Kelabang Kaki Seribu segera melakukannya, namun sebelumnya bertanya: "Biar apa nyai?"

"Aku sudah bilang, Aku mau lihat apakah ilmu yang aku berikan kepadamu sudah menjadi mendarah daging!" seru Ning Warsih. "Dan aku juga kangen akang. Ohh..aku kepengen lagi selangkanganku merasakan penis ssst...oh..aku kangen ama kontol lelaki akang..uuh.." Ning Warsi bergelinjang, tubuhnya yang ramping bergeliyat kesana, kemari. Wajahnya yang ranum sayu dengan mata merem melek. Lalu merabah payu daranya yang menyembul sebesar buah pepaya itu, diremas-remas. Puting berwarnya merah ke coklat-coklatan terlihat indah di pandang.

Kelabang Kaki Seribu bergumam di dalam hati: "Oh..beruntung sekali aku ini! Sudah mendapatkan ilmu yang aku cari, kini aku bisa menikmati tubuh Ning Warsih yang semakin bahenol dan bohay."

Kepalang setan, mereka sudah kepalang setan. Ya petala Iblis siap memainkan sandiwaranya menggoda umat manusia untuk terjerumus kedalam neraka bersama-samanya.

EMPAT


Sementara itu Arya Welang selesai mandi membersihkan tubuhnya, sedari tadi telah kembali dari sungai. Tapi di tengah perjalanan, lelaki remaja ini bertemu dengan teman seumurannya. Sehingga senja sudah berganti malam. Arya Welang belum juga mau pulang. Rupanya Ia asik bercengkrama dengan teman sejawatnya bernama petot santar, anak pendekar dari Gunung Gede.

Ketika suara burung malam terdengar. Arya Welang tersadar bahwa malam sudah larut, Ia harus sesegera mungkin untuk sampai kerumah menemui Bundanya. Dengan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi yang di ajarkan oleh bundanya yang bukan lain Ning Warsih, sudah sangat mumpuni menguasai ilmu itu. Secepat kilat Ia berlari. Lompat ke sana, kemari dari dahan yang satu ke dahan lainnya. Dengan sekejab mata sampailah Arya Welang di depan daun pintu pemondokannya.

Di balik daun pintu Arya Welang mendengar desahan seorang wanita,yang bukan lain suara erang Bundanya. Erangan yang asing di telinga lelaki remaja ini. Suara desahan dan erangan membuat Arya Welang tercekat hatinya. "Ibu! Apa yang Ibu lakukan di kamar." Teringat seorang lelaki buruk rupa yang menemuinya, lalu lelaki itu di ajak oleh ibu ke dalam pemondokan di saat Arya Welang membersihkan tubuhnya di sungai.

Pintu di bukanya. suara derik pintu terdengar namun tak di dengar oleh dua insan yang sedang mengadu ilmu syahwat di kamar yang hanya terbuat dari anyaman bambu. Dengan hati yang penuh penasaran Arya welang mencoba mengintip ke arah jurusan di mana suara erangan sangat menggetarkan sendi-sendi tubuh.

Tercengang menyaksikan kedua insan sedang memainkan jurus syahwat membuncah di tempat tidur. Lelaki itu dengan penuh nafsu mengadu-ngadu alat kelamin dengan Bundanya. Sinar yang keluar dari selangkangan masing-masing menimbulkan suara yang sangat aneh, suara itu berbunyi sangat santar memekak telinga. "Plok plok plok" di iringi sinar berwarna hijau dan bau yang sangat aneh keluar dari selangkangan masing-masing.

Arya Welang tertegun sejenak menyaksikan Bundanya di gagahi oleh lelaki yang sangat jelek, apalagi dalam keadaan telanjang bulat, seperti buntelan kentut. Lalu di lihat lali-laki ini bergaya seperti anjing sedang kencing. sungguh perbuatan samaran tahi.

Sang Bunda pun tak kalah jeleknya seperti, kerbau yang sedang menungging mau saja di tusuk-tusuk selangkangannya dari belakang, sungguh sangat Jadah di lihatnya.

Ning Warsih memang mempunyai segudang ilmu di bidang kemesuman. Dari ilmu Balung Besi Pemikat dara, ilmu yang sangat dasyat untuk kaum lelaki. siapa yang memiliki ilmu ini Ia akan bertahan dalam permainan seks nya selama berjam-jam. Sedangkan untuk kaum Wanita yang di milki juga oleh Ning warsih yaitu ilmu;

Keset Mesem

Ilmu membuat terasa kesat bagi laki-laki yang merasakan vagina wanita ini yang mempunyai ilmu Kesat Mesem, sehingga lelaki itu dapat cepat terpuaskan dikarenakan rasa vagina yang keset dan mengapit, seperti di apit dua gundukan besi baja. Selain itu si wanita merasa vaginannya sangat padat dan berdenyut enak, karena vagina yang kesat dan terasa liangnya sangat sempit seperti perawan.

* * *

Tersadar dari tercengangnya, Arya Welang bergumam di dalam hati: "mungkin lelaki itu mempengaruhi Ibu!" Pikirannya kacau, ada rasa aneh apa yang di lihatnya. Maklum Arya Welang baru pertama kali menyaksikan adegan seperti itu. Namun tak lama kemudian, rasa kesal dan cemburu kepada lelaki yang mensetubuhi Bundanya Arya Welang tampa menyentak lagi, segera mendobrak pintu. 'Brak..!'

Melihat pintu terdobrak dengan keras. Ning Warsih terkejut, hatinya tercekat, apalagi yang di lihat lelaki yang mendobrak pintu adalah putranya sendiri. Kelabang Kaki Seribu tak ayal lagi, Ia segera mencabut penisnya.

"Setan!..Eh..anak setan!," sentak Kelabang kaki Seribu.

"Lelaki jadah!.." balas sentakan Arya Welang dengan santar memecah langit. "Tamu gak tahu etika."

Arya Welang menarik telapak tangan ke dada. Jari jemarinya di lebarkan. Saat itu juga terlihat sinar hitam pekat berputar-putar seperti kitiran di telapak tangan Arya welang. Tenaga dalam di kerahkan dengan kekuatan penuh. Arya Welang menghempaskan tangannya ke muka. Ketika itu juga sinar hitam pekat melesat ke arah Kelabang Kaki Seribu yang masih keadaan bugil.

Lelaki buruk rupa itu terkesiap. sinarnya hampir melabrak tubuhnya, namun dengan sebat pula lelaki itu menghempaskan tenaga dalamnya ' Tameng Penghancur Tanggul' Maka kedua sinar yang beradu itu, menyuarakan dentuman yang sangat dasyat. Suaranya menggelegar memecah keheningan malam.

Sementara itu Ning Warsih yang masih keadaan tak berdaya, akibat vaginannya baru ketemu lagi yang namanya penis lelaki kini harus di buang dengan pipis yang amat sangat. Ia segera memakai pakaiannya.

"Hentiakan!" Ning warsih menyentak. Dengan wajah bermimik galau. Ning Warsih mencoba menengahinya. "Anakku hentikan!"

Arya Welang tak memperdulikan teriakan Bundanya. Sudah kepalang setan, Arya welang mengamuk dengan membabi buta. Tangannya kembali menghempaskan ilmu dengan sinar yang hitam ekat berputar-putar seperti kitiran. Ilmu itu bernama;

Badai Penghancur Bukit
Ilmu yang di ajarkan oleh bundanya sendiri. Dengan pukulan yang sangat dasyat membuat kulis terkelupas panas lalu terbakar dan menjadi abu, apabila mengenai orang yang yang di tujunya.

Malam yang gelap menjadi terang menderang dan penuh warna-warni seperti lampu disco.
Suara malam yang tadinya sunyi dan senyap kini menjadi gaduh. Bagus untung di lereng Gunung Merapi masih sepi belum banyak penduduk, jadi tidak ada merasa terganggu dengan suara yang gaduh dan begedebukan tersebut.

Sinar berkiblat ke arah Kelabang Kaki Seribu, orang itu segera mengelak ke kiri, sehingga terlepas dari maut.

"Anak gendeng, hentikan serangan kamu!" kata Kelabang Kaki seribu.

"Sudah nak..hentikan mari kita bicarakan secara baik-baik," sambung Ning Warsih yang mulai menguarkan air mata karena malu. Dengan menangis bombay namun tidak meraung-raung, Ning Warsih masih bisa mengendalikan diri untuk menangkis serangan anaknya yang membabi buta itu.

"Ibu tega.." teriak Arya welang, merasa sakit hati apa yang di lihatnya. Dengan menggunakan tenaga dalam yang sangat membahayakan keselamatan dirinya sendiri, kkarena baru pertama kali Arya Welang melakukan pertarungan. Tangannya di putar-putar ke langit. Suara gemuruh di ringkup kamar yang terbuat dari anyaman bambu, membuat sobekan yang sangat lebar. Rupanya Arya Welang ingin menguarkan Ilmu "Topan Pembelah Gunung"

Melihat Bocah ingusan itu tidak main-main dengan gertakannya. Kelabang Kaki Seribu terkesiap mengambil kuda-kuda untuk menangkis serangan yang di lancarkan Arya Welang. Dalam posisi mundur kebelakang dan masih keadaan tampa pakaian alias masih bugil. Kelabang Kaki Seribu terlihat komat-kamit, entah ilmu apa yang akan di keluarkan. Wajahnya yang jelek lagi buruk body, bertambah jelek ketika wajahnya berubah menjadi seperti seekor binatang yang sangat menjijikan. Binatang Hijau dengan kakinya yang banyak.

Ilmu itu adalah:

Kelabang Pengisap Liang Darah


"Awas anakku!" Ning Warsih mencoba memperingati putranya. Dalam keadaan menutupi tubuh dengan sehelai kain, seraya hanya bisa melongo-longo menyaksikan pertarungan kedua lelaki itu. Ingin melerai, tapi Arya Welang sudah gelap mata.

Arya Welang sudah kepalang tanggung untuk menghajar manusia jelek ini dengan hantaman ilmu yang di ajarkan Bundanya. Sinar biru ke kuning-kuningan keluar dari jari jemarinya, tak berapa lama arya segera menjentikan jarinya ke arah Kelabang Kaki Seribu.

'Wuut'

'Wuut'

Sinar itu berkiblat pada Kelabang Kaiki Seribu. Lelaki itu mengelak kekiri, dengan sigap tampa mengulur waktu, lelaki ini membalasnya dengan pukulan kelabang beracun. Apabila mengenai sasaran, maka yang terkena akan mati mengenaskan dengan seluruh tubuh membiru.

Ning warsih yang melihat dengan mimik wajah sebat sebit. Teringat akan kesaktian "Kelabang Pengisap Liang Darah" yang di miliki Kelabang Kaki Seribu sangatlah dasyat bukan alang kepalang. Ilmu kanuragan yang di miliki Kelabang Kaki Seribu sangat di takuti di kalangan pendekar dari golongan hitam. Ilmu tidak olah-olah sangat menggidikan tengkuk.

Tentu apabila di biarkan silang sengketa antara Kelabang Kaki Seribu dengan putarnya yang bukan lain adalah Arya Welang, pasti akan menimbulkan korban dari salah satu. Namun Ia tak akan rela apabila putranya mati secara mengenaskan di tangan Kelabang Kaki Seribu yang sempat tidur dengannya.

Kipas yang akan di wariskan kepada Arya Welang terpaksa harus di kuarkan. Kipas dengan Motif bunga rose dan pohon kapuk ini serta batangnya terbuat dari perak dengan hulu emas. Kipas sakti ini memiliki kedasyatan yang sangat serba guna dan mematikan.

"Bum.. bum.. bum.. " Suara berdentum kedua pendekar salig beradu.

'Anjing kupret! Terima pukulan ku" Arya welang menyentak sambil mengangkat kakinya ke atas, seraya melompat setinggi dua tombak. Dengan menghantam pukulan 'Badai Penghancur Bukit'

Kelabang Kaki Seribu berdengus: "Bocah lacur, Edan kowe, punya emak lacur, anaknya edan."

Mendengar penghinaan yang menyobek-nyobek telinga Ning Warsih. Membuat darahnya mendidih. Nafasnya tercekat dengan rahang menggembung petanda marah apa yang baru saja di dengar.

"Gajah bunting! Kecoa kobun! Berani sekali kamu mengatakan akau pelacur!" sentak Ning Warsih. Wajahnya memerah. "Bangsat enyah kau dari mukaku!"

Saat itu juga Ning Warsih mengibaskan Kipas Saktinya. Angin menderu dari sisi-sisi kipas yang di kibas-kibaskan. Hawa yang dingin berubah sangat panas. Angin yang dikeluarkan oleh Kipas sakti itu mengandung tenaga dalam yang sangat dasyat. Kelabang Kaki Seribu terkejut. Wajahnya pucat pasi melihat Kipas yang sangat di takuti oleh pendekar delapan penjuru angin. Kipas sakti dari seorang pendekar wanita berotak mesum. Walaupun otak mesum namun Ning Warsih sangat marah kalau di kata seorang wanita pelacur.

"Akan aku sobek mulut si buaya buduk ini anakku!" Belum sempat sadar dari rasa kejutnya karena melihat Kipas sakti, kini Kelabang kaki Seribu kembali di kejutkan. Kipas sakti itu memapas batang lehernya. Dengan cepat Ia membungkuk, sehingga papasan Kipas yang di kibaskan oleh Ning Warsih, hanya mengenai angi kosong. Melihat serangan Bundanya di elakan. Arya Welang sudah siap sedari tadi dengan memukul jotosan sangat keras tepat di rongga hidung Kelabang Kaki seribu.

"Buuk!.."

Kelabang Kaki seribu mencelat kebelakang sekira dua tombak. lalu tubuhnya tersandar di pojok dinding, dan meselosoh kebawah. Belum sempat bangkit dari terjatuhnya. Kibasan Kipas sakti milik Ning warsih tepas mengenai batang lehernya.

"Craas!.."

Darah menyembur dari batang leher yang sudah kuntung kepalanya. Menggelinding potongan kepala Kelabang Kaki Seribu ke dalam kolong tempat tidur Ning Warsih. Arya Welang segera mengambil potongan kepala itu. Kepala dari lelaki yang ber juluk Pendekar Kelabang Kaki Seribu. Dengan segera ia melemparkannya keluar. 'Pergilah manusia jelek ke neraka."

"Sudah anakku!" Ning Warsih berucap lantang. "Sudah, dia sudah tidak bernyawa lagi. Kita kubur tubuh tampa kepala ini." Ning Warsih menolehkan wajahnya, enggan melihat mayat tampa kepala itu. Arya Welang segera menarik badan Kelabang Kaki Seribu ke luar. Di lemparkannya dengan di sertai tenaga dalam. Sehingga tubuh tampa kepala itu telempar sangat jauh, seperti bola bekel di hentakkan lalu kembali memantul membal.

"Jangan di kubur!, buat apa cape-capein aja!. Biar saja di makan binatang buas." tukas Arya Welang. Lalu segera pergi meninggalkan Bundanya dengan wajah melengos benci terhadap Bundanya yang berotak mesum.

* * *

Sekian.
Lalu Siapakah Yang Berjuluk Pendekar Kipas Sakti Berotak Mesum.Tunggu kelanjutannya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar