Suara riuh dari hentakan kaki kuda terdengar sangat jelas. Tampak pula debu tipis berhamburan dari kaki-kaki kuda itu. Lelaki bawuk lebat, perut besar seperti badut dan ada tanda goresan luka di wajah sebelah kiri menambah angker penampilannya. Hanya saja pakaian yang dikenakannya pakaian ala abdi kerajaan, sehingga penampilan yang garang tertutup dengan pakaian itu, sebagai prajurit kelas satu, dan pemimpin pasukan yang sangat di segani karena ketinggian ilmunya.
Sedangkan penunggang kuda yang satunya lagi berpakaian rapi, terlihat kalau orang itu bukan dari pihak kerajaan. Pemuda itu dengan ikat kepala putih dan mengenakan jubah biru, terselip Kipas di pinggangnya. Pemuda itu adalah Arya Welang, putra pewaris Kipas Sakti yang diturun kan oleh Ning Warsih bundanya sendiri. (baca kisah sebelumnya)
"Kita sudah sampai di bukit cinta kisanak!" Kata prajurit itu kepada Arya Welang. "Kita kepung cecunguk itu di bukit ini. Aku yakin ia berada di sini bersama Wulansari!"
Baru saja berkata begitu orang yang berpakaian abdi kerajaan, tiba-tiba terdengar suara ringkik kuda sangat panjang. Semua terkejut mendengarnya termasuk Arya Welang. Ringkikan kuda itu seperti tidak biasa. Suara ringkik kuda yang membuat bulu tengkuk berdiri, seram mendengarnya. Semua yang berada di situ menoleh kearah tujuan suara ringkik kuda itu datang.
Tampak lelaki paruh baya berpakaian serba putih, serta jenggotnya yang menggerai panjang juga berwarna putih. Orang ini tampak angker mempunyai kumis juga panjang bergerai putih, sehingga rongga mulutnya tak terlihat, bahkan alis matanya pun putih, juga terlihat sayatan bekas luka bergaris di pipi kirinya. Sungguh menyeramkan orang ini laksana manusia tampa darah.
Arya Welang terperangah melihat orang itu. Tak kalah kesiap juga dirasakan ketua pemimpin pasukan kerajaan dan pasukannya. Dengan hati tercekat mereka bersiap menghunus senjata. Ketua pasukan kerajaan itu turun dari kudanya. Seraya lalu bertanya lantang. "Wahai Kisanak! Siapa Kisanak?" Yang di tanya menatap dingin.
"Pemuda hati-hati," kata ketua pemimpin pasukan kerajaan. "Sepertinya orang ini bukan orang sembarangan!" ujarnya pula.
Arya Welang menjawab. "Benar Rogoyono, kita harus perhitungkan orang tua serba putih itu." Rupanya pemimpin pasukan kerajaan itu bernama Ronggoyono. Lalu Arya Welang ikut turun dari kudanya. Melihat pemimpin mereka turun dari punggung kuda, prajurit yang melihat itu ikut turun pula dengan siap siaga bertempur.
"Maaf Pak tua!" ucap Arya Welang. "Bolehkah kami bertanya siapakah Pak tua ini?" Arya Welang bertanya sambil mendekati orang tua serba putih itu. Orang tua itu menyeringai dengan mata redup tapi terpancar sinar mematikan. Lalu ia pun mulai mengucapkan kata-kata yang sumbang didengar oleh lainnya.
"Namaku adalah Rengaslawe berjuluk Belut Putih penyebar maut." Sontak pemimpin prajurit tertawa gelak-gelak mendengar pengakuan Pak tua itu. "Hahahaha.. keren sekali julukanmu pak tua yang sudah bau tanah, hahahaha." sontak pula yang lain ikut ketawa. Mendengar ditertawakan Pak tua yang berjuluk Belut Putih penyebar maut, menggeram, lalu berkata. "Siapa yang masuk di bukit ini, tidak akan keluar lagi dengan tubuh utuh!"
Mendengar ancaman itu Pasukan kerajaan saling berpandangan, kecuali Arya Welang ia hanya tersenyum nyi-nyir. "Kisanak, sebaiknya kita berhati-hati, aku yakin orang tua di depan kita ini bukan manusia sembarangan." ucap Arya Welang. "Aku sendiri baru mendengar julukan Pendekar Belut Putih."
Pemimpin prajurit bawuk itu menghembuskan nafas. "Hai, orang tua! Aku peringatkan!" ujarnya. "Kami dari kota raja, kemari mau mencari orang yang berjuluk pendekar halilintar, apakah pak tua melihat atau mengenalnya.?!" Orang tua itu yang berjuluk Pendekar Belut Putih menyeringai lalu berucap. "Tidak ada orang yang berani kemari. Kalian tersesat. Aku tidak mengenal Pendekar Halilintar yang kau maksud. Aku tidak perduli apa yang kau cari. Kalian telah membangunkan aku, oleh karena itu kalian harus mati ditanganku!." ancam Pendekar Belut Putih.
"Ck..ck..ck..ck..keren sekali Pak tua ini," Pemimpin prajurit itu mengepalkan tangannya. Rahangnya naik-turun petanda marah. Sambil menoleh kearah prajurit siap memberi aba-aba meyerang. Para prajurit pun bersiaga penuh dengan senjatanya masing-masing. Sebilah golok besar terhunus di pinggang Ronggoyono. "Kepung, cecunguk ini!" Ronggoyono memberi komando penyergapan. Sontak prajurit berhamburan turun dari kudanya dan mengelilingi Pak Tua yang berjuluk Pendekar Belut Putih.
Salah satu prajurit menyerang lebih dulu ke muka Pendekar Belut putih itu. Ia hanya memalingkan muka sedikit, pukulan Prajurit itu mengaenai angin kosong. Dari belakang seseorang dengan cepat membabat kepalanya tapi kasip Ia pun mengelak kesamping dengan lembut. "Benar-benar hebat orang tua ini " gumam Ronggoyono. Dengan golok besarnya Ronggoyono memapas batang leher Pendekar Belut Putih itu. Tampa alih-alih serangan itu juga terelakan. Bahkan yang membuat Ronggoyono meleletkan lidah adalah, ia tidak bergeming sedikit pun dari tempatnya berdiri. Bahkan beberapa prajuritnya terkena pukulan sehingga terpelanting hanya dengan jentikan saja.
Ronggoyono terkejut bukan kepalang melihat prajurit yang dipimpinnya bergelimpangan tewas mengenaskan dengan tubuh tiba-tiba berubah mengecil. "Ilmu apa yang di miliki Pak tua ini?" batin Ronggoyono sambil mengambil kuda-kuda untuk bertindak. Ia berinsut kebelakang sekira dua langkah. Kedua tangannya ditarim keatas sambil menghirup nafas panjang, Ronggoyono berkata. "Tunjukan kepandaianmu Pak tua. Lihat ini, pukulan Pembelah Danau akan menghantammu!" Setelah berkata begitu, Ronggoyono menghentakan kedua tangannya ke muka. Sinar kuning melesat cepat keluar dari telapak tangannya.
Pak tua serba putih dengan julukan Pendekar Belut itu sempat tertegun dengan ilmu tenaga dalam yang di miliki Ronggoyono, namun dengan tenang Pak tua ini siap menghadang dengan ilmu Penghalang Guntur. Ketika sinar kuning itu menghantam tubuhnya dengan cepat pula Ilmu Penghalang Guntur melabraknya, sehingga menguarkan suara yang sangat keras berdentum. Kedua manusia ini mencelat kebelakang sekira tiga langkah.
Arya Welang melihat pertarungan dua manusia itu sempat terkesiap. Arya Welang merasa tingkatan ilmunya belum sehebat mereka, dia hanya mengandalkan senjata sakti dari Bundanya berupa Kipas Sakti yang diwarisi olehnya. Tapi ia tidak gentar dan menciut melihat pertarungan yang begitu hebat didepan matanya. Karena ia yakin di atas langit ada langit.
Ronggoyono jatuh ngedeprok sambil berusaha untuk menopang dengan kedua tangannya. Sedangkan dikala bersamaan Pak tua yang berjuluk Pendekar Belut putih hanya beringsut sambil menahan dengan kedua kakinya. Lalu secepat kilat Pak tua itu menarik lengan bajunya, terlihat sinar putih menyelimuti seluruh tangannya. Sambil melompat kemuka Pak tua itu menggeram sambil menghantam separuh tenaga dalamnya dengan menggunakan ilmu Belut Penghisap darah. Ilmu itu dasyatnya tidak olah-olah, walaupun hanya separuh tenaga dalamnya, namun apabila terkena pukulan itu, maka orang itu akan terhisap darahnya sehinga menjadi kurus kering hanya kulit penutup tulang. Bukan hanya itu, tapi ia akan menyerap tenaga dalam dari korbannya sehingga menambah saktilah Pak tua ini.
Karena Ronggoyono terlihat terpojok, Arya Welang tak tinggal diam. Dengan ilmu Penghancur Tanggul yang dimilikinya, Arya Welang pasang badan didepan Ronggoyono. "Maafkan aku Pak tua," kata Arya Welang menyeringai sambil mengulurkan kedua tangannya untuk menguarkan ilmu Penghancur Tanggul.
Duaar...
Suara keras terdengar lalu di ikuti asap mengepula akibat benturan kedua ilmu masing-masing. Pendekar Belut Putih tersentak ke belakang lalu tertegun sejenak, ia bergumam dengan nada tinggi. "Hai anak muda. Kalau mau mu ingin mati lebih dulu dari orang ini, aku akan senang hati mengantarkanmu ke akherat. Orang tua itu melompat tinggi tau-tau sudah berada di depan Arya Welang, seraya memukul kedepan. Arya Welang mengelak ke kiri. Hempasan anginnya sangat terasa. Arya Welang tidak mau kecolongan, ia segera melompat kesamping untuk mengambil gerakan dan mengatur nafas.
Dengan ilmu meringankan tubuh, Arya Welang bersalto kedepan sambil memukul dengan separuh tenaganya. Pak tua itu mengelak tapi tampa disadarinya pukulan itu justru mengarah keperutnya. 'Buuuk' Pendekar Belut putih meringis sejenak lalu mundur kebelakang, sambil menendang kearah tubuh Arya Welang.
Arya Welang bersiap dengan Ilmu Monyet Pelempar Kelapa. Dengan gerakan seperti monyet, Arya Welang berhasil mengelak. Lalu kesempatan Arya Welang untuk memukul balik. Sambil melompat keatas sambil menggaruk kepalanya laksana monyet lapar, Arya Welang menghantam pukulannya tepat di batok kepala Pak tua yang berjuluk Pendekar Belut Putih itu. Namun kasip gerakan Arya Welang bisa dibaca oleh Pak tua itu sehingga hanya mengenai angin kosong.
Dengan cepat pula Pak tua itu belik menyerang dengan gerakan Belut Meleok-leok sehingga membuat Arya Welang meleletkan lidah kagum. Gerakannya sangat lincah walaupun Pendekar Belut Putih sudah berusia uzur. Namun gerakannya sangat kuat dan cepat.
"Saatnya kamu menjadi korbanku anak muda!" ancam Pendekar Belut Putih.
Dengan tenaga dalam penuh, Pak tua itu mendongakan wajahnya kelangit sambil mulut komat-kamit. Entah apa yang terjadi pada Arya Welang jika ia harus kecele dan tewas ditangan Pak tua itu.
Tidak tinggal diam Arya Welang bersiap menguarkan Kipas Saktinya untuk menangkis serangan dari Pak tua itu. Dengan sigap ia mengambil kuda-kuda menguar jurus belalak jatuh. Saat itu juga Pendekar Belut Putih kembali menarik tangannya kedada siap menghempaskan ilmu Belut penyebar maut. Sekali sentak menjulur kedepan telapak tangannya, sinar putih keluar dari jari-jemarinya seperti seekor belut. Sinar itu menyerang Arya Welang. Dengan cepat pula Arya Welang menguarkan Kipas Sakti berwarna kuning emas dengan gambar bunga rose.
Sinar yang melabraknya disapu dengan kipas itu sehingga menguarkan angin yang sangat dasyat dan panas. Benturan hawa panas yang keluar dari kekuatan masing-masing sangat menggidikan bulu kuduk. Ronggoyono dan prajuritnya terperangah melihatnya. Dengan hati diliputi rasa takut yang amat sangat. Celakalah mereka apabila Arya Welang tewas dalam adu kekuatan itu. Namun ketika sinar putih berbentuk belut itu melesat ketubuh Arya Welang, ketika itu juga sinar kuning yang di hempaskan kibasan dari Kipas Sakti merontokan gerombolan sinar putih berbentuk belut yang mematikan. Terkejutlah Pendekar Belut Putih ilmunya dapat di elakan oleh seorang anak muda itu.
Arya Welang menyeingai dengan dirinya sendiri. Baru pertama kali ia menggunakan kipas sakti itu didalam pertarungan. Namun itu tidak seberapa dasyatnya. Baru ilmu dasar yang dikuarkannya. Melihat itu Pak tua yang berjuluk Pendekar Belut putih menciutlah hatinya. Namun karena sudah pengalaman di dunia persilatan, orang itu tidak patah arang. Apalagi di usia yang sudah banyak mengalami manis-pahitnya hidup tidak mau ambil malu hanya karena terkalahkan oleh anak muda yang baru terjun ke dunia persilatan.
Sambil mengerung tampak rahangnya naik-turun menahan amarah, Orang tua itu kembali mengambil kuda-kuda kali ini ia menguarkan ilmu pemungkasnya. Selama ia berterung selama ini, ilmu itu jarang sekali ia gunakan kecuali dalam keadaan terpojok oleh musuh. Tapi kali ini ia sangat menyesal menguarkan ilmu itu hanya karena ingin membunuh anak ingusan seperti Arya Welang.
Dengan mata menyorot tajam, tubuhnya diliuk-liukan lalu melompat salto sekira dua putaran sambil menghempaskan Ilmu Raja Belut Berduka. Pak tua itu dengan suara melengking langsung membabat ke kanan dengan tenaga dalam yang sudah di aliri ilmu Raja Belut Berduka.
Arya Welang bersiap mengkibaskan kembali Kipas Saktinya dengan cekat dan tepat mengenai batang leher kepala Pak tua itu setelah Pak tua itu gagal membabat tubuh Arya Welang dengan ilmu kesaktiannya.
Craaas...
Sontak semua yang menyaksilan bergidik ngeri keika kepala Pak tua itu berjuluk Pendekar Belut putih mencelat dari tubuhnya. Lehernya kuntung, darah menyembur deras dari batang lehar yang sudah tampa kepala itu. Mnggelinding tepat di depan Ronggoyono. Lama memandang kepala kuntung itu, Ronggoyono geleng-geleng kepalnya "ck... Ck... Ck... "serunya.
***
Suasana kampung Ceringin saat itu sedang dilanda ketakutan oleh seorang pendekar wanita separuh iblis. Hatinya kejam walaupun ia berparas cantik dan lemah lembut. Namun dibalik itu semua wanita ini sangat kejam dan sadis dalam membunuh tidak pandang bulu. Sutini namanya. Ia Pendekar wanita dari golongan hitam berjuluk Wanita Cantik Berhati Iblis. Julukan itu sangat ditakuti oleh warga kampung Ceringin, yang selama ini membuat teror warga, yaitu menculik anak remaja jejaka intuk dijadikan pelampiasan nafsunya.
Banyak laki-laki remaja seusia 15 sampai 17 tahun yang menjadi korbannya. Anak remaja lelaki itu diculik lalu dijadikan budak seks untuk melayani nafsu bejatnya. Setelah puas anak remaja itu dibunuhnya secara sadis seperti penisnya dipotong lalu dijadikan pajangan untuk ritual ilmu kesaktiannya.
Nama Sutini adalah nama samaran agar warga tidak mengetahui kekejamannya. Bahkan kecantikannya dijadikan pemikat untuk menculik remaja laki-laki yang baru mengenal cinta. Tentu sangat mudah bagi Sutini untuk menggoda setiap lelaki remaja.
Siang itu dirasa sangat panas. Banyak warga berteduh diluar rumah hanya untuk mencari angin. Sama hal nya para remaja Kampung Ceringin. Mereka sering sekali main di tanggul pematang sawah sekedar untuk mengobrol dengan rekannya bahkan ada juga untuk memadu cinta di tanggul itu.
Jakaole, pria remaja berusia 16 tahun sedang terpaku dibawah pohon suren. Daunnya yang rindang dan batangnya yang kuat dan banyak cabang dahan, membuat Jakaole senang bermain dibawah pohon itu. Dengan seruling kesayangannya, ia melantunkan suara yang sangat merdu keluar dari serulingnya. Didalam hatinya ia berkata. "Alangkah indahnya orang yang sudah mempunyai sepasang kekasih. Mereka saling bercumbu rayu, sedangkan aku, sampai sekarang belum juga mendapatkan pautan hati ini.
Alangkah senangnya ia apabila bisa mendapatkan seorang pujaan hati, mungkin tidak sendiri duduk dibawah pohon suren ini.
Tiba-tiba dari jurusan timur tampak sesosok wanita dengan pakaian putih tipis dan lebar seperti daster tapi memakai ikat pinggang sehingga lekuk tubuhnya tampak terlihat jelas. Jakaole terpanah dengan wanita itu, tapi sayang wanita itu terlihat dewasa sehingga Jakaole tidak berani untuk menyapanya.
Ketika langkah wanita itu mendekat, Jakaole gelagapan melihat wanita itu lemparkan senyum padanya, ia pun membalasnya dengan senyum menyeringai. Sungguh sangat cantik wanita itu, ditambah pakaiannya sedikit tembus pandang karena mengenakan pakaian rajutan jarang sehingga buah dadanya tampak menyembul tampa aling, tampak puting susunya coklat menggoda, buah dadanya padat serta putih pula, tentu membuat Jakaole tak berkedip menelan ludah. Jantungnya berdegup kencang ketika pakaian pihak bawa tertiup angin sehingga pahanya yang gempal putih menggoda terlihat jelas.
Namun yang membuat Jakaole semakin kencang jantungnya berdetak tidak karuan adalah ia baru pertama kali memandang tubuh seorang wanita. Sungguh indah dipandang, bahkan ada yang aneh pada dirinya, terutama alat vitalnya, Jakaole baru pertama kali penisnya mengencang hanya dengan melihat tubuh wanita itu. Wanita itu pun mendekati Jakaole.
"Permisi adek, apakah ini yang bernama kampung Ceringin?" Wanita itu bertanya kepada Jakaole. Dengan gugup dan mata nanar Jakaole menjawab. "I, i, iya benar!" Mendengar itu, wanita itu hanya tersenyum, matanya menoleh kesekitarnya. Ada rasa kagum pada pemandangan ditanggul itu.
"Emm... aku mau kerumah Pak Dusun Ceringin ini, maukah adek mengantarkan?" ucap wanita itu lagi meminta. Tentulah sangat senang Jakaole untuk mengantar kan wanita itu. Ia berpikir bisa lama-lama menikmati keindahan tubuhnya yang meliak-liuk kalau berjalan. "Sangat senang hati kakak." jawab Jakaole berseru.
Rumah Pak Kades Desa Ceringin memang cukup jauh, dibatasi dengan berhektar sawah. Entah apa niat wanita itu ingin bertemu dengan Kepala Desa. Maksud menolong Jakaole pun mengantarkan wanita itu.
Mereka pun berjalan menuju rumah Kepala Dusun Ceringin yang cukup jauh sehingga harus melewati beberapa petak sawah yang sedang meninggi batang daunnya karena hampir menguning.
Jakaole berjalan lebih dulu. Melangkah di pematang sawah hanya cukup setapak kaki itu terpaksa membuat mereka berjalan beringan. Sesekali Jakaole menoleh kebelakang untul melihat wanita itu. Yang dilihat melemparkan senyum manja, membuat Jakaole terpana dan selalu ingin mandang.
Angin yang cukup kencang ditengah sawah membuat pakaian yang dikenakan wanita itu menggelebar-gelebar terkadang terangkat keatas sehinga sebatat lutut dan pahanya terlihat jelas. Tiba-tiba wanita itu memanggil.
"Sebentar adek, kita istirahat dulu!"
Jakaole menurutinya. Ia dan wanita itu berhenti sejenak, kebetulan ditengah sawah itu ada rumah kecil tempat istirahat buat petani yang sedang bercocok tanam. Dengan melepas lelah wanita itu duduk dirumah kecil itu.
"Adek sungguh indah pemandangan di desa ini." ujar wanita itu. "Persawahan yang membentang luas diiringi angin berhembus sepoi-sepoi membuat aku takzim melihat semua ini!"
Jakaole mencoba memberanikan diri untuk duduk disampingnya. Ia berdiam tidak berani membuka kata-kata, tak lama kemudian wanita itu menegurnya. "Kenapa adik diam," Jakaole menoleh lalu merunduk malu.
"Oh yah, berapa usia kamu? Tanyanya kembali.
Karena Jakaole juga ingin berbicara, kesempatan ia menjawab untuk membuka pembicaraan. "Aku, aku..16 tahun kak!" seru Jakaole sedikit gugup.
"Oh ... sudah cukup umur dan sedang matang-matangnya." wanita itu menyeringai. "Sudah punya pacar yaah?"
Ditanya begitu memerahlah wajah Jakaole karena malu. "Belum kak, he...he...he..."
"Padahal kamu tampan loh..."
Terbuailah Jakaole disebut begitu. "Makasih kak, kakak juga cantik!"
"Hi...hi...hi... Benar juga kan, kamu ini sudah mulai genit. Terbukti kamu sudah mengetahui mana wanita cantik." Wanita itu tertawa mengiikik. "Pasti adik ini sudah tahu lekuk tubuh wanita, benarkah?" Jakaole tersenyum malu.
"Sudah kak, jangan diteruskan, aku malu." Jakaole turun dari duduknya dan mencoba menghilangkan rasa malunya ia berkata kepada wanita itu. "Bagaimana kalau kita teruskan kerumah Kepala Dusun!"
"Nanti kakak masih lelah," jawab wanita itu sambil menarik lengan Jakaole untuk kembali duduk disampingnya. "Sini istirahat dulu sama kakak, kamu gak usah malu dan grogi begitu didepan kakak!"
Karena tarikannya tangannya cukup keras, Jakole pun akhirnya kembali duduk disampingnya. Lalu wanita itu tidur bertelentang disampingnya. Terlihatlah buah dada yang menyembul. Wanita itu mengangkat kakinya sehingga tersingkap baju lebarnya keatas membuat paha putihnya tampak menantang sangat jelas dipandang. Guratan-guratan kulitnya di tumbuhi bulu-bulu tipis lembut manambah pesona dan menggetarkan.
Jakaole termangu sejenak, darahnya berdesir hebat, baru kali ini ia melihat dengan jelas biologi tubuh seorang wanita. Bahkan ada yang aneh ia rasakan ketika itu penisnya berdiri namun tertahan oleh celana yang ia kenakan. Jakaole pun menjadi salah tingkah. Dipandang malu gak dipandang sayang.
Wanita pengalaman dan berhati busuk tentu sudah tahu ekspresi korbannya. Dengan sengaja ia singkapkan baju lebarnya sampai terlihat batok memeknya yang menyembul unik. Jakaole pun meleletkan lidah, matanya tidak berkedip, ia pun menelan ludah terlihat dari rahangnya yang naik turun.
"Kakak... oh... kok kakak berani sih!?" ujar Jakaole. "Emang adik gak suka kalau melihat ini!" seru wanita itu yang bernaman Sutini alias Wanita Berhati Iblis, seraya malah membuka lebar kedua pahanya, lalu membuka ikat pinggang, sehingga wanita itu sudah separuh telanjang.
Melihat itu, Jakaole hanya tertegun melihat tempat-tempat yang dirasa oleh Jakaole sangat menggiurkan birahinya. "Indah sekali batok memekmu kakak!" ujar Jakaole didalam hati. Ia melihat belahan memek wanita itu sangat mempesona walaupun masih mengenakan cawat. Dan yang unik cawat yang dikenakan wanita itu sedikit basah ... "Ah... Kakak memang seksi!" Tegas Jakaole di dalam hati.
Untuk menutupi keburukannya Wanita berhati Iblis ini mencoba pura-pura tidak tahu, dengan sengaja menyingkap bajunya lebih terbuka bermaksud agar anak remaja ini terangsang. Wanita ini tahu, diam-diam Jakaole melirik memeknya. Kurang puas dengan pancingannya, kini wanita itu yang bernama Sutini alias Wanita berhati Iblis mendekati Jakole seraya berkata.
"Kamu gak gerah apa? Kakak buka baju yah, habis gerah sih!"
Jakaole hanya diam membesi, dia masih terpana apa yang dilihatnya secara jelas bentuk alat kelamin yang sangat merangsang itu. Penisnya menegang sedari tadi. Terasa ingin sesuatu untuk menyelami vagina wanita itu.
Sutini tahu lelaki remaja di hadapannya sudah mulai merasakan gejolak syahwat. Kesempatan nya untuk menggoda lelaki remaja itu. "Kita telanjang nyu!" Sutini merayu sambil membuka pakaiannya terlebih dahulu. Tentu menambah Jakaole seperti orang dungu, ia hanya diam sambil terus terpana memandang.
Sutini alias Wanita berhati Iblis, wanita paling ditakuti oleh warga Desa Ceringin karena kesadisannya, kini sudah tampa sehelai benang pun. Jakalole lelaki remaja itu, benar-benar sudah terhipnotis dengan keindahan tubuh wanita itu. Buah dada yang indah lagi putih, dengan puting susu coklat muda, dan lubang pusat yang sangat mempesona, namun tak kalah indahnya ketika Jakole melihat vagina wanita itu. Tembem di kelilingi oleh bulu-bulu tipis disekitar vaginanya. Warnanya merah muda dengan kelentit menjurai, perduli setan disekitarnya.
"Adik buka dong..." Wanita itu menarik pakaian Jakaole yang masih melongong-longong. "Coba lihat baju kamu basah dengan keringat!" Sambil membuka satu-satu pakaian Jakaole. Lelaki remaja itupun hanya pasrah.
Lalu Sutini mulai membuka cawat yang dikenakan Jakaole. Tampaklah penis remaja itu. Rupanya sudah tegang keras memanjang. Senanglah Sutini melihat Jakaole sudah tergoda. Ia pun menikmati Penis Jakaole sebagai tumbal dari kesaktiannya.
"Kakak aku malu," ucap Jakaole pertama kali.
"Kenapa harus malu, kitakan sama-sama telanjang." Sutini menjawab. "Coba lihat, punyamu sama punyaku beda. Tapi punyamu dan punyaku adalah sepasang!" Sambil berkata begitu, Sutini menarik tangan Jakaole dengan maksud agar memegang vaginanya. Jakaole pun menurut. Dipegangnya vagina wanita itu.
Sutini pun tidak tinggal diam, diraihnya penis Jakaole. Sambil merasakan penis remaja yang paling ia suka. Dilihat penis Jakaole sangat beda dengan penis-penis lelaki remaja korban lainnya. Kali ini penis Jakaole sangat cantik dengan bentuk yang elegant. Kepalanya putih kemerah-merahan, jahitan khitan yang sangat rapi. Urat-urat batang penisnya tidak terlalu menonjol,;sehingga sangat lembut tapi keras.
Jakaole bergidikan ketika penisnya diusap dan digenggam oleh wanita itu. Ada rasa nikmat dirasakan, Jakaole meracau, "Kakak... aku geli... oh..."
Namun wanita itu tidak mengniraukan. Ia terus mengocok penis Jakaole dengan maju-mundur terkadang pelan terkadang cepat. Jakaole menengadahkan wajah keatas menikmati sentuhan lembut yang mengusap-ngusap penisnya.
Karena rabahan tangan Jakaole terlalu lembut dikarenakan Jakaole masih konsen dengan kenikmatan kocokan tanganya. Sutini memaklumi itu. Namun perlahan ia mengarahkan jari tengah lelaki remaja itu untuk masuk mengkail vaginanya. Ia pun merasakan sensasi yang sangat luar biasa oleh korbannya yang ke 20 itu. Sudah 19 lelaki remaja yang sudah ia tiduri, tapi kali ini hanya Jakaole yang membuat ia bersensasi hebat.
"Adik, kobel memek kakak," kata Sutini pula menyuruh. "Kakak ngocok kontol adik."
Mendengar itu, Jakaole tersadar dari kenikmatannya. Ia lalu menuruti apa yang di pinta oleh Sutini. Dengan cekat ia mulai mengobel lebih dalam selangkangan Sutini. Sedangakan Sutini mulai mengocok penis Jakaole dengan irama cepat. "Uh... Uh... Uh... Enak yah dik!" ujar Sutini. Jakole pun mengangguk. "Kobel yang dalam dik memek kakak!" Sutini menyuruh lagi. Jakaole pun segera menusuk-nusuk selangkangan wanita yang lebih tua darinya.
"Kakak, kontol aku jadi enaak!" meracau Jakaole.
"Sama dik... Memek kakak juga enaak...ditusuk-tusuk, uh... uh... Auh.." balas Sutini bergelinjang nikmat.
"Kakak..memek..memek kakak basaaah... Ooh..memek...aaah...basaaah..."
"Ia adiik... Kontol adik juga liciin...kontol... Uh...kontol...aaah..."
Sutini berdesah, lalu wajahnya mendekati Jakaole untuk berbisik ditelinganya dan berkata. "Nanti.. Kontoool...kamu..ma...ma...masukin yaaah ke mmemek kakak.." ucapnya berbisik. "Adik entot memek kakak!"
"Kakak... Aku mau pipiss.." ujar Jakaole lugu. Yang sebenarnya ia hampir klimaks.
"Samaa...diik... Memek kakak...oh...memeek kaakakk juga...oh...mau pipis...ahhhh" seru Sutini berdesah. "Eaah..enak...kobelan adik enaaak..oh...uuh...ngentot disawah enaaakk.."
Tak lama kemudian Jakaole mengejang, urat-uratnya mengeras petanda ia akan klimaks. "Kakak...oh...aku..aku..aku.. Mau keluar pipis....eesst"
Croot...
Croot...
Croot...
Sutini merasakan hangat dan lengket ditelapak tangannya. Lendir yang keluar dari penis lelaki remaja itu sangat wangi. Ia tahu air sperma lelaki remaja itu baru pertama kali keluar. Berarti ia sudah berhasil mengambil sperma itu untuk dijadikan obat awet muda dan kedikjayaan.
"Iya adiik, kamu kuarin di telapak tangan kakak!" Sutini berujar lalu menadangkan telapak tangannya didepan penis Jakaole untuk mengambil sperma lelaki remaja itu. Jakaole pun menuruti. Ia menyemburkan spermanya di telapak tangan Sutini
Sungguh banyak sperma yang keluar dari penis Jakaole, maklum lelaki remaja ini baru pertama kali melakukan perbuatan itu. Wajah Sutini sumringah senang mendapatkan sperma dari Jakaole sepenuh telapak tangannya. Lalu ia mendekati sperma itu di rongga hidung dan mencium aroma, wangi sperma dari seorang remaja lelaki yang akan menjadi tumbalnya. Lalu Sutini memandang sejenak sperma itu, mulutnya komat-kamit entah apa yang di baca, lalu meniupkan ke sperma itu yang hampir mengering.
Jakaole melihatnya penuh kekaguman, ia melihat Sutini menjilati spermanya seperti kucing minum, tak kenal jijik. Setelah menjilati beberapa jilatan, sperma itu di balurkan kewajahnya dengan rata. Ketika itu juga keluarlah sinar hitam pekat dari wajah wanita itu.
Wajah yang tadinya putih dan cantik kini menjadi hitam menyeramkan. Matanya menyorot tajam berwarna merah lalu lidahnya menjulur keluar seperti ular. Tubuhnya yang telanjang sangat indah kini menjadi bersisik menjijikan.
Jakaole terkejut bukan alang kepalang. Ia beringsut mudur lalu melompat dari rumah gubuk itu sambil meraih pakaiannya. Tapi telambat wanita dengan wajah buruk rupa itu sudah mencekal lehernya, sehingga Jakaole berbalik memandangnya. Saat itu juga secepat kilat Wanita berhati Iblis itu menarik penis Jakaole dengan cepat sehingga putus. Jakaole berteriak keras kesakitan, suaranya sampai menggema ke Deaa Ceringin.
Aarrgggg.....
Teriak Jakaole, menangis merasakan sakit diselangkangannya yang kini tampa penis lagi. Darah mengucur dari biji peler yang masih menggantung. Ketka itu juga Jakaole kelojotan seperti ayam di potong matanya mendelik, nafasnya tak teratur.
Wanita berhati Iblis dan buruk rupa itu tertawa mengikik puas. "Hiii..hi..hi..hi..kini sudah genap menjadi 20 penis yang akan aku koreksi buat ritual kecantikanku dan kesaktianku. Sambil terus tertawa mengikikk puas, lalu wanita itu mencelat pergi sekejab mata meninggalkan Jakaole yang terkulai pingsan tak sadarkan diri, lalu tak lama kemudian terlepas nyawanya
***
Kabar kematian Jakaole dengan mengenaskan membuat gempar Desa Ceringin. Kepala Desa Ceringi kembali kecolongan kesekian kalinya. Dengan wajah merah menahan marah Kepala Desa Ceringin berkata kepada para warga. "Kita harus melaporkan ini ke kota raja." Ujar Kepala Desa Ceringin berapi-api penuh kemarahan. Sedangkan orang tua dari Jakaole menangis terseguk-seguk. Mereka tidak percaya kalau anak lelaki semata wayangnya menjadi korban wanita berhati iblis.
Malam pun telah kelam. Semenjak kejadian itu ronda bergilir diadakan. Masing-masing peronda dibekali senjata. Juga Pendekar tangguh di terjunkan oleh Kepala Desa untuk membantu warga meronda. Bukan hanya peronda yang berjaga malam, kaum ibu pun turut begadang didalam rumah. Lebih-lebih keluarga yang masih punya jejaka atau bujang, mereka sngat takut sekali jika anaknya menjadi korban selanjutnya.
Berita ini tersiar sampai kekota raja. Adipati setempat pu mengerahkan pasukan untuk menangkap wanita berhati iblis ini. Dengan sekompi prajurit serta Pendekar berilmu tinggi pun dikerahkan untuk menangkap wanita ini hidup-hidup tentu akan mendapat imbalan berupa upeti.
***
Puncak Gunung Merapi terlihat cerah. Tidak ada aktifitas alam yang membahayakan penduduk disekitarnya. Asap lahar pun seakan-akan hilang terhembus angin. Di badan gunung dibawah pohon kering akibat tergilas awan panas saat ketika gunung merapi itu, menunjukan estensinya, sebagai makhluk maha dasyat ketika isi perutnya di muntahkan.
Di rumah terbuat dari kayu jati yang hanya tertutup ijuk atapnya, terlihat sederhana. Dari dalam rumah itu kekuar wanita paruh baya namun masih tampak seksi dengan body yang sangat ideal sebagaiman wanita muda pada umumnya. Wanita itu mempunyai khas berkuncir kuda. Wanita itu sangat disegani dari segala perguruan silat delapan penjuru mata angin. Wanita itu adalah Ning Warsih, ibunda dari Arya Welang pewaris kipas sakti darinya.
Ning Warsih berdiri memandang kejurusan mentari pagi bersinar, seraya mengangkat kedua tangannya lalu menaril pulang sambil menarik nafas panjang, lalu disatukan telapak tangannya didada. Rupanya wanita yang bernama Ning Warsih (Baca kisah pertama) itu sedang olahraga yoga pernafasan tenaga inti dasar.
Tiba-tiba terdengar suara orang tertawa dari balik batang pohon, tentu membuat Ning Warsih terkejut. Dengan nada keras ia berucap. "Siapa? Jangan coba-coba membuat mata maling!" Setelah berkata itu. Tampak sesosok manusia kate loncat dari batang pohon. Ia tertewa mengekek, lalu manusia kate itu mendekati Ning Warsih.
"Ki Jamprit rupanya," kata Ning Warsih berucap setelah menoleh manusia kate itu yang bernama Ki Jamprit. "Ada apa akang kemari?!" katanya lagi. "Sudah lama aku tak mendengar kabarmu!"
Manusia kate itu menyeringai. "Maaf nyai, aku kemari mau mencari anak muridku, apakah Nyai mendengar tentang keberadaannya. Ning Warsih ditanya malah menengadah kelangit untuk meneruskan yoganya.
"Kenapa dengan muridmu itu," Ning Warsih bertanya sambil terus melakukan olahraga yoga.
"Aku mencari murid yang murtad itu untuk kuhukum karena perbuatan dosanya terlalu melampaui batas takaran." jawab manusia kate itu yang bernama Ki Jamprit. "Dosa apa yang ia perbuat sehingga kau bilang ia murid murtad," Ning Warsih malah balik bertanya. "Aku dengar ia paling dicari nomer satu oleh prajurit kota raja," jawab Ki Jamprit alias manusia kate.
"Siapa nama muridmu?
"Sutini. Kini ia berjuluk wanita berhati iblis. Julukan itu diberikan oleh masyarakat karena kekejamannya serta kesesatannya." Manusia kate itu berujar. "Kalau aku ketemu dengan muridku itu, aku akan membawanya pulang dengan paksa walaupun aku mati ditangannya."
Ning Warsih menghentikan Yoganya. Ia berjalan kedalam rumah sambil berkata kepada manusia kate itu. "Lebih baik kita ngobrol didalam aja Akang." Manusia kate itu pun mengikuti untuk masuk kedalam rumah.
"Sudilah Nyai untuk membantu sahabatmu ini," kata manusia kate, duduk bersila. "Muridku mempelajari ilmu iblis, banyak jejaka yang menjadi korban ketumbalannya. Dia sudah membunuh 20 jejaka bahkan ia harus mencapai 50 jejaka yang ia ambil penisnya untuk di jadikan persyaratan untuk mencapai kedigjayaan paling tinggi. Jika semuanya tercapai, maka ia akan abadi dengan kecantikannya. Ilmunya sangat mumpuni kebal dari berbagai senjata."
Mendengar penuturan manusia kate alias Ki Jamprit, Ning Warsi kerenyitkan kening. Sebagai sesama wanita, ia harus menyadarkannya. Mungkin Sutini alias wanita berhati iblis itu di pengaruhi oleh kekuatan ghaib. Ning Warsih berpikir, ini memang tak bisa dibiarkan, karena membuat gempar dunia persilatan.
Baru membatin begitu, Ning Warsih teringat putranya Arya Welang. Jejaka yang baru angkat dewasa itu, membuat hatinya takut akan keselamatannya, terutama apabila ia juga menjadi korban kebuasan wanita berhati iblis itu. Namun itu tak mungkin, putranya sudah dibekali dengan ilmu kanuragan dan pusaka Kipas sakti. Hanya saja Ning Warsih teringat akan kelemahan putranya itu, apabila perkiraannya benar ia juga akan menuruni mata keranjangnya.
Lalu terbesit dihatinya, sebelum Arya Welang menjadi korban karena rayuan dari wanita berhati iblis itu, sebaiknya ia harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Arya Welang, bahwa tugas pokok utamanya dalam menjadi pendekar yaitu menolong yang lemah dan memberantas kejahatan di muka bumi.
"Baiklah, saya akan tugaskan anak kandung saya Arya Welang!" ucap Ning Warsih.
Manusia kate itu pun tersenyum. "Terima kasih Nyai." Lalu menjura hormat. "Saya izin pamait Nyai!" Ning Warsih mengangguk. Manusia kate itupun beranjak pergi.
Setelah itu Ning Warsih masuk kedalam kamar khusus ritual. Ia bersila sambil menyatukan tangan lalu di letakkan di dalam depan dada. Matanyanya terpejam, mulutnya tampak komat-kamit, rupanya ia ingin ber-telepati jarak jauh kepada Arya Welang. Ilmu khusus yang dimiliki Ning Warsih untuk menyatikan batin kepada anaknya. Pemanggilan melalui batin ini antara Ning Warsih dan Arya Welang sangat mumpuni, apalagi masih ada ikatan batin antara anak dan ibu.
Sementara itu Arya Welang yang sedang berada di bukit cinta bersama Ronggoyono dalam pengejaran pendekar Halilintar yaitu Santar Ulung, ia menculik anak adipati Suka Jaya yaitu Wulansari belum menuaikan hasil. Bahkan ia harus berhadapan dengan seorang pendekar yang aneh serba putih yang mati saat bertarung padanya yaitu pendekar Belut Putih.
Tiba-tiba hatinya tersentak panas. Ia terbayang dengan wajah bundanya. Dengan wajah tergugu, Arya Welang merasakan kalau ibunya membutuhkannya. Ia pun segera duduk bersila sambil menyilangkan tangan menarik nafas lalu menajamkan pendengaran. Benar ternyata sang bunda memanggilnya. Didalam dialognya secara ghaib, sang bunda menyuruh Arya Welang segera menangkap wanita berhati iblis apa yang di uraikan manusia kate sebagai gurunya. Setelah Arya Welang mengerti apa yang dimaksud sang bunda, ia pun mengakhiri pembicaraan jarak jauh. Kini dia mendapat tugas langsung dari sang bunda.
Saat itu juga Arya Welang memutuskan untuk izin pulang kepada Ronggoyono. Ronggoyono memaklumi. Kini pencarian untuk menangkap pendekar Halilintar hanya Ronggoyono beserta prajuritnya. Secepat kilat Arya Welang pun pergi dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk mencari wanita berhati iblis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar