Di ceritakan kisah yang lalu. Jose, Chesy dan Briant terkejut ketika Rose terlihat tergantung di kayu palang atap rumah itu. Darah dari pegelangan tangan yang kuntung berdecak deras. Seharusnya telapak tangan Rose ada di bawah lantai. Namun benar-benar tidak terlihat. (Baca kisah sebelumnya)
Chesy menangis terseguk-seguk, tidak berani manatap tubuh rose yang menggantung. Begitupun Briant dia tergugu mematung ketika pertama kali apa yang dilihatnya ternyata Rose. Sungguh terpukul hatinya. Tak ada kata-kata lagi yang terucap dari bibirnya. Di dalam tangisnya Briant berkata. "Rose ... kenapa kamu mati secara mengenaskan seperti ini!"
Kecuali Jose, walaupun terpukul hatinya dengan kematian Rose, dia tetap mawas diri untuk mengungkapkan semua rentetan peristiwa ini. Ia melihat tubuh Rose lekat-lekat. Lalu kearah wajahnya, kemudian mempertegas pandangannya ketika tertuju pada bentuk mata yang sangat beda. Di lihat matanya seperti mata wanita yang berada di lukisan ruang tamu rumah itu. Mirip sekali, dan beda dengan Rose, ia mempunyai mata sedikit juling.
"Tapi aneh, kenapa ia memakai pakaian Rose?" pikir Jose sambil terus menatap tajam-tajam untuk menemukan keanehan. "Lalu kalau bukan Rose! Yang menggantung itu siapa?" Jose memberanikan diri untuk mendekati jenazah menggantung itu. Dia mengambil kursi yang berada di samping ruangan. Lalu di letakan di bawab jenazah Rose. Di sentuhnya pegelangan tangan yang kuntung itu.
"Ada keanehan warna darah ini," pikir Jose. Lalu Jose mencoba mengangkat tubuh jenazah itu dengan cara di peluk tubuhnya, serta diangkat. "Ah ... ringan sekali tubuhnya. Tidak mungkin Rose seringan ini. Jenazah ini seperti boneka. Yah! Seperti boneka seks, boneka seks untuk pria kesepian. Boneka masturbasi."
Jose lalu menurunkan jenazah itu. Chesy dan Briant yang masih tergugu melihat kejadian itu, turut membantu memegang kursi sedangkan Briant membantu menopang ketika jenazah Rose itu diturunkan dari tali yang menggantungnya.
"Pegang Briant!" ucap Jose, sambil menyerahkan tubuh yang sudah menjadi jenazah itu. Dirasakan dan Jose yakin kalau jenazah yang mirip Rose itu adalah sebuah boneka seks. Briant menjemputnya menopang jenazah Rose. "Khuuf .."
Seperti membawa boneka saja, Briant menopang jenazah itu lalu meletakannya di lantai yang sudah bercecak darah.
Jose bertanya pada Briant. "Briant ... apa yang kamu rasakan ketika mengangkat tubuh Rose?!"
Briant menjawab cepat. "Ringan, enteng seperti boneka!?"
"Maksudnya?" Tiba-tiba Chesy bertanya.
"Coba Chesy kamu angkat tubuh Rose ini?!"
Chesy pun memberanikan diri mengangkat tubuh Rose. Dengan sedikit takut, diangkatnya perlahan dari dadanya. Terangkatlah sangat ringan, lalu Chesy mengangkat lebih tinggi lagi secara perlahan, benar pula tubuh Rose seperti boneka, sangat ringan sekali. Di goyang-goyang tubuh itu.
"Ini boneka Jose!" sentak Chesy sambil mengangkat boneka itu posisi berdiri. "Jadi kemana Rose?!" Chesy terlihat panik lalu melemparkan boneka mirip wajah Rose itu. "Rose ... Rose ... Rose ... Dimana kamuu ..." teriak Chesy kebat-kebit.
Briant yang masih penasaran dengan boneka seks itu, melihat darah yang keluar dari pegelangan yang kuntung itu seperti sepuhan berwarna merah. Ya benar itu darah palsu yang di buat oleh seseorang. Namun siapa orang itu dan di mana Rose berada. Sedangkan pakaian yang dikenakan boneka seks itu adalah baju asli yang dikenakan Rose.
Kita Flash Back kebelakang
Ketika Rose ingin mengambil boneka Barbienya, ia menuju ruang tengah di mana boneka Barbienya berada. Ternyata boneka Barbie itu hilang. Lalu ia menuju ruang makan, tetapi ketika baru melangkah tiba-tiba telapak tangan lelaki dewasa mendekapnya. Rose pun pingsan.
Saat itulah Chesy menyusul dari belakang dan melihat Rose sudah menggantung dengan seutas tali yang terikat di kayu palang flapon.
Siapakah lelaki yang mendekap dan menculik Rose?
Dan siapakah sebenarnya jenazah lelaki gemuk pendek yang berada di lorong itu?
Sungguh bingung, penulis pun bingung meneruskan ceritanya.
***
Di ruangan yang gelap dan banyak barang-barang bekas seperti kardus, sepertinya gudang penyimpanan barang-barang bekas. Rose tersadar, ia memandang seluruh ruangan yang redup, hanya satu lampu tempel yang menerangi ringkup ruangan yang sempit itu. Bau debu membuat Rose bersin. Lalu dia berteriak memanggil Chesy, Jose dan Briant
"Jose ... Chesy ... Briant ...dimana kamu ...?
Namun tidak ada yang menjawab. Rose coba bangkit dari duduknya. Namun ketika ia berdiri, alangkah terkejutnya Rose sudah tidak berpakaian. Ia tutup selangkangan dan peyudaranya, takut ada orang yang melihat.
"Di mana aku ...?" teriaknya lagi dengan nanar ketakutan. "Chesy, Jose, Briant ... Di mana kamu?" Rose benar-benar bingung, kenapa dia tiba-tiba berada disini?. "Ruangan apa ini?!"
Suara derik pintu terdengar. Rose segera berlari ke pojok tembok sambil duduk mendeprok dan merapatkan tubuhnya dengan memeluk kedua pahanya. Tampak lelaki berbadan tegap masuk lalu menghampirinya. Rose sangat takut.
Trek ...
Lelaki itu menyalahkan lampu.
"Paman George!" Rose terperanjat melihat paman George. "Paman ah, Paman Georage tolong aku!" Rose segera berlari menghampiri Paman George. Tetapi ketika Rose ingin memeluk tubuh Paman George, saat itu juga Paman George mendorong tubuhnya sehingga terpelanting kebelakang hingga jatuh duduk. "Paman ...!" katanya menyentak.
Paman George tertawa lalu menatap tubuh Rose dengan pandangan penuh syahwat membuncah. Rose tersadar kalau dia tidak berpakaian. Ia segera beringsut kebelakang sambil menutup selangkangannya. "Paman. Apa yang paman lakukan?" ucap Rose dengan mata nanar penuh ketakutan.
Paman George menghampiri Rose yang masih duduk dilantai. Di pegangnya kepala Rose, lalu turun ke leher. Rose merasa geli. Hatinya penuh ketakutan dan tanda tanya, apa maksud Paman George dengan semua ini?
"Paman! Apa mau Paman?" ucap Rose dengan nada keras.
Yang di tanya malah tersenyum nyinyir penuh buncah. Paman George menarik lengan Rose, sehingga membuat Rose tersentak kedepan dan berhadapan dengan tubuh Paman George. Saat itu juga Paman George dengan cepat mendekap erat tubuh Rose. Tentu membuat Rose gelagapan, dan juga Rose dalam keadaan tampa benang sehelai pun.
Paman George mencium paksa bibir Rose. Ketika itu juga Rose berusaha melawan dengan memalingkan wajah. "Jangan Paman ... Paman mau apa?" kata Rose. Tetapi Paman Jose tidak perduli apa yang dikatakan Rose, ia terus mencium dengan liar.
Rose terus meronta, ia berteriak namun tak sempat, Paman George terlebih dahulu menutup mulutnya lalu mencium membuat Rose tak bisa bernafas. Ditambah dekapan tangan Paman George yang begitu keras.
"Ugghh ... Ugghh ..." rintih Rose sambil terus berusaha melepaskan diri.
Paman George mengancam dengan berbisik ditelinga Rose. "Jangan berteriak dan berontak kalau kamu mau selamat dari rumah ini!"
Paman George sedikit melenturkan dekapannya lalu berkata kembali. "Biar pun kamu berteriak kencang, tidak akan mendengar, ini kamar rahasia, belum pernah ada orang yang masuk kemari kecuali aku sendiri."
Bertambah kecut lah hati Rose. Ia kembali berteriak, "Tolong ... Jose... Tolong..." Paman George tertawa keras "Ha ... ha ... ha ... Teriaklah yang keras tidak ada yang mendengar kamu!
Paman George mempunyai tubuh gemuk menambah angker dan seram dilihat Rose ketika ia melepaskan pakaiannya. Rose hanya bisa memojokan diri ketembok sambil menutupi kedua payudara dan selangkangannya.
"Jangan Paman George, jangan ...!" Rintih Rose, dengan wajah nanar. "Hikz ... Hikz ... Hikz .."
Paman george tak perduli tangisan Rose. Kini ia sudah keadaan bertelanjang. Sangat jelek dilihatnya lelaki paruh baya ini dalam keadaan telanjang bulat. Perutnya gendut seperti badut, kulitnya melember keriput, tapi yang paling jelek dan tdak punya malu adalah; ketika penis yang sudah habis masa aktifnya dan tinggal menunggu masa tenggang ini seperti belut ketakutan dipaksa untuk keluar dari lobang tanah.
"Hai sayang ... lihat nih punya paman!" Tampa malu dengan umurnya Paman George mengancung-ngacungkan penisnya dihadapan Rose. Sedangkan Rose hanya menunduk dan memejamkan mata.
"Jangan sakiti aku paman George!" rintihnya memohon. "Ku mohon Paman, jangan sakiti aku!"
Paman george hanya cengingis nafsu, "Hayo sayang ... lihat ini punya Paman!?" Tampa etika Paman George menggoyang-goyangkan penisnya. Rupanya Paman George memaksakan diri agar penisnya berdiri.
Setengah terangsang sempat berdiri tegang namun kembali menguncup. Kemudian Paman George mengulurkan penisnya tepat didepan wajah Rose sambil berkata. "Eh-hayo pegang, buat Paman mu berdiri keras!"
Rose mendongakkan wajah, "Paman jadah, udah tua-tua gak tau diri," semprot Rose memaki lalu menunduk kembali enggan melihat penis Paman George yang keriput cacing.
Plok ...
Tamparan mendarat di pipi Rose. Rupanya Paman George naik pitam.
Plok
Kembali Paman George menampar. "Cepat atau aku bunuh kamu.!" Paman George mengancam. Namun tetap saja Rose merengkut sambil memeluk kakinya menopang paha dengan kedua tangannya.
Akhirnya Paman George menarik tubuh Rose yang sedang merungkut, lalu kembali memeluk tubuh Rose dengan memaksakan diri. Karena mereka sama-sama tidak menggunakan pakaian sehinga dirasakan hangat oleh Rose. Tetapi yang membuat mengejutkan Rose adalah, ketika penis paman George menyentuh perutnya. Rose bergidik geli.
Plak ...
Tamparan balasan dilayangkan tepat mengenai pipi Paman George. Tidak puas sakali tampar, Rose memukul perut Paman george yang gendut seperti badut.
Buuk ...
"Paman Geoerge ingat, Paman itu punya keponakan seumuran aku, Paman Tahu bagaimana perasaan Chesy sebagai keponakan Paman jika di perlakukan seperti aku sama orang lain. Sentak Rose setelah menampar. "Paman pasti akan marah jika keponakan Paman di perlakukan tidak senonoh bahkan berakibat pemerkosaan dan berlanjut ke pembunuhan. Pasti Paman sangat terpukul, apalagi Chesy adalah keponakan Paman yang paman sayangi."
Paman George berdiam lalu berdehem, "Emm ... " kemudian melepaskan dekapannya. Ada benarnya juga pikir Paman George. Chesy adalah keponakan yang paling ia sayangi, Chesy adalah keponakan yang ia besarkan sedari kecil karena kedua orang tuanya berpisah lalu keduanya meninggal dalam kecelakaan sewaktu bertengkar di dalam mobil, sehingga mobil yang ditumpangi menabrak tiang listrik.
Ketika itu juga Paman George membalikkan tubuhnya tampa kata-kata, lalu ia mengenakan pakaiannya kembali yang sempat ia tanggalkan. Setelah memakai pakaiannya. Paman George, menatap wajah Rose seraya berkata. "Maaf, maafkan Paman!" Tampak di pelupuk mata Paman penuh penyesalan, kemudian ia berkata kembali, "Sebentar aku ambilkan pakaianmu yang baru!" Lalu paman beranjak untuk keluar ruangan.
Tapi sebelum menghilang dari balik pintu, Rose memanggil dengan nada tinggi, "Paman George!" Paman George pun menoleh ke arah Rose. "Pakaianku yang Paman tanggalkan di taruh di mana?" Paman Geoge hanya menoleh lalu menatap kosong tidak menjawab lalau beranjak dan menghilang dari balik pintu.
***
Jose, Briant dan Chesy duduk saling berjejer di sudut tembok, sambil memandang boneka yang mirip dengan Rose. Mereka sedang berpikir penuh kebingungan "Kemanakah Rose berada?"
"Cari kemana kita Jose?!",Briant membuka pembicaraan.
"Entahlah," jawab Jose. "Semua penuh misteri, dari kematian seorang lelaki di lorong itu. Boneka yang bisa bangun sendiri lalu menguarkan darah dari tangan kuntungnya, terus Rose kerasukan sekarang Rose menghilang, sampai boneka yang menggantung mirip wajah Rose dan pakaian yang Rose gunakan."
Kemudian Briant berdiri menuju muka, ia menghadapap dinding penuh coretan. Terlihat ditembok yang sudah kusam berlumut itu tertera bacaan "Jiwaku tak akan senang sampai kamu merasakan sakitnya dan mengembalikan telapak tanganku!" lalu di bawahnya tertulis nama Rachael.
"Apa yang kamu lihat di tembok itu Briant?" Bertanya Jose kepada Briant. Jose mendekati Briant yang masih termangu melihat coretan di dinding.
"Coba lihat?" kata Briant. Sepertinya coretan ini adalah pesan terakhir yang dituliskan oleh sosok misteri dirumah ini!"
Jose memandang tulisan itu lekat-lekat lalu berkata, "Sepertinya ya! Ini adalah pesan terakhir bernama Rachael. Em ... Siapa Rachael itu. Dan siapa yang membunuhnya?"
Chesy pun menyambangi Jose dan Briant, ia membaca pesan di dinding itu. "Rachael!" celetuk Chesy. "Aku pernah ingat nama itu, yah Paman George pernah bercerita padaku, tentang wanita yang bernama Rachael!" ujar Chesy seraya mengkernyitkan dahi.
"Coba kamu ingat-ingat!" kata Briant.
Chesy berdiam sejenak, ia mengingat-ngingat tentang wanita yang bernama Rachael yang di ceritakan Paman George. Tampak wajah Rachael terlihat serius mengingat itu. Kemudian wajahnya sumringah sambil mengetuk-ngetuk keningnya.
"Aku ingat!" seru Chesy.
"Apa?" Jose dan Brian berkata berbarengan.
"Dia ... dia ... Ahh ... !"
"Siapa dia?" sontak Jose bertanya tegas.
"Dia ... Dia adalah wanita simpanan ayahku!"
Setelah berkata begitu, tampak di wajah Chesy meringis sinis. Lalu meneruskan ucapannya. "Wanita yang bernama Rachael itu adalah wanita simpanan ayahku. Mulai dari situlah pertengkaran orang tuaku, yang berakhir dengan kematian keduanya akibat mobil yang mereka tumpangi mengalami kecelakaan. Dan kedua orang tuaku meningal.
Pelupuk mata Chesy berkaca-kaca petanda mau menderai air mata. Lalu Jose mendekati Chesy seraya membelai rambutnya kemudian berbisik lembut.
"Ya sudah, jangan kamu ingat lagi." Jose pun memeluk Chesy lalu mencium keningnya. "Sekarang tugas kita adalah, mengungkap semua misteri ini. Termasuk kita cari di mana telapak tangan yang bernama Rachael itu!" Jose berujar. "Agar wanita dan kedua orang tuamu tenang di alam sana.
Chesy merenggangkan pelukan Jose dan berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya dengan tersenyum, ia pun berkata, "Ya sudah, mari kita bongkar misteri ini. Juga kita cari dimana Rose berada?!"
Tiba-tiba Briant teringat akan jenazah yang berada di lorong itu.
"Jose! Bagaimana kita kembali kelorong itu!"
"Lorong mana," tukas Jose sedikit lupa, termasuk penulisnya hampir lupa alur ceritanya akibat kebanyakan Part.
"Itu Jose, waktu kata kamu ada mayat, di lorong dapur!" Jose pun ingat.
"Lalu kenapa dengan lorong dan mayat itu?" ujar Jose.
"Aku yakin dialah pembunuhnya,?" ungkap Briant. " Bagaimana kalau kita kembali ke lorong itu, lalu kita tarik mayat itu agar keluar, lantas kita bisa mengenali wajahnya. Mungkin Paman George kenal!"
"Ya benar," sambung Chesy pula.
Jose sempat berpikir sejenak lalu mengatakan, "Baiklah."
Mereka pun segera menuju kedapur di mana lorong itu berada. Tapi baru tiga langkah Jose menghentikan langkahnya. "Bentar dulu!" kayanya. "Aku gak mau ah, masuk lagi ke lorong itu. Apalagi ada mayat yang mungkin sudah membusuk, iih .... Aku gelian suka uwek-uwekan kalau melihat yang jijik-jijik!"
"Lalu siapa yang masuk dong?!" kilah Briant, "Sedangkan aku tidak muat masuk ke lorong itu."
Chesy tiba-tiba menyentak, "Ribut aja, kapan selesai nih cerita kalau berebutan omong melulu. Sudah aku saja yang masuk!"
Briant dan Jose saling berpandangan.
"Jangan Chesy!" Jose mencegah. "Kamu gak bakal kuat menguarkan mayat lelaki itu. Badannya gendut kaya buntelan kentut!"
"Habis siapa yang akan masuk!" ucap Chesy sambil menoleh ke mereka. "Kalian tuh, beraninya cuma lobang memek doang. Uh ... Kalau memek aja loe cepat kerjanya!"
Jose dan Briant tertawa cengingisan.
"Ya sudah kalau ga ada yang mau biar aku aja," ujar Chesy menyentak lantas bergegas ke ruang dapur di mana lorong itu berada. Jose dan Briant mengikuti sambil menertawakan perkataan Chesy tadi.
Sesampai di lorong itu, Chesy segera membuka penutup lorong, sempat terdiam lalu ia berkata kepada Jose, "Aku butuh, penutup hidung, pakai apa yah?" Jose dan Briant berpandangan, lalu Briant berkata, "Pakai kaos aku aja!" Brian lantas membuka kaos yang ia kenakan. Tapi baru sampai lehernya, Chika menyentak, "jangaaan ... Bau bawang bombay badanmu Briant!" Jose mendengar begitu tertawa mengikik, "Hi ... hi ... hi ... Bau bawang bombay masih mending dari pada bau bandot!"
Briant mengumpat, "Sompret!"
Chika membuka kaos t-shirt, hanya Branya saja terpampang menutupi gunung kembar. Jose melihat itu meleletkan lidah dan menelan ludah, "Wooow .... Fantastik!" kata Jose dengan mata menyorot tajam. "Wihhh ... ubuy ... Bangke abiiis ...." sambung Briant.
"Bangke, noh bangke di dalam lorong l!" celetuk Chika kesal.
Chika segera masuk kedalam lorong diiringi gelak tawa Jose dan Briant. Dengan jalan merayap, Chika berusaha sampai ketengah di mana mayat lelaki itu berada. Tapi Chika terkejut, mayat lelaki itu sudah tidak ada. Ia menoleh kedepan sambil memicikan mata, ternyata memang tidak ada. Chika pun berteriak, "Jose .... Mayat nya ngilaang ...!"
"Apaa ..." jawab Jose dari ujung lorong.
"Mayatnya gak ada!"
Jose dan Briant berpandangan. Mereka mau tidak mau harus mengikuti Chesy untuk kedalam lorong untuk melihat benar tidaknya mayat itu menghilang.
"Tunggu disana Chees ... Aku menyusul." ujar Jose. "Briant kamu tunggu di sini!" kata Jose pula, Briant mengangguk. Sengaja Briant tidak masuk, karena tubuh Briant terlalu besar untuk masuk kedalam lorong itu.
Seperti cicak-cicak di dinding diam-diam merayap, Jose menuju ketengah lorong menyusul Chesy. Chesy yang berdiam di tengah lorong, hanya melongong-longong menunggu Jose menyusul.
Sesampainya Jose, Chesy berucap, "Jose tadi disini bukan mayatnya?"
Jose menjawab, "Benar Ches .. Tapi kemana mayat itu?"
"Lalu bagaimana ini?!" seru Chesy.
"Terus aja kita kesana!" ujar Jose sambil merayap kedepan. Ia mau meneruskan sampai keujung Lorong. "Hayo Ches .. Kamu jalan!"
Chesy pun menuruti apa yang dikata Jose, ia terus merayap menuju ujung lorong. Tampak sebilah kayu dan terlihat sinar pantulan dari lobangnya kecil-kecil. "Itu sepertinya pintu keluar Jose!" Berujar Chesy.
"Ya! Sepertinya itu pintu keluar dari lorong ini, ini semacam lorong rahasia dan berhubungan dengan rumah itu.!" Jose menyidik. "Eh ... kita intip dulu, jangan sampai kita celaka!" katanya lagi. "Bisa jadi mayat itu masih hidup alias tidak jadi mayat alias mati. Orang itu menuju kemari ruang rahasia!"
Chika lebih dulu sampak ke pintu yang terbuat dari kayu berguna untuk menutup palang lorong itu. Chesy mengintip lalu berbisik kepada Jose perlahan. "BenarJose, ini sebuah kamar."
Jose lebih maju kedepan ikut mengintip, tetapi karena lorong sangat sempit akhirnya mengurungkan diri, ia hanya mengorek informasi dari Chesy yang berada di depannya.
"Jose, kamu lihat dah, biar aku mundur." kata Chesy.
"Lewat mana?" jawab Jose bertanya, "Masa aku menindih kamu."
"Ga papa asal jangan di tekan aja, aku tahan Jose!" ujar Chesy.
"Oke kalau begitu!"
Jose berusaha merayap dengam cara menindih tubuh Chesy yang sedang telungkup. Chesy menahan dari bawah, "Jangan gaceng kamu Jose!" berujar Chesy.
Jose menyeringai. "Jangan becanda apa! Ha ..."
"Itu, di pantatku nonjol-nonjol apaan?" kata Chesy, ia merasakan penis Jose menyentuh bokongnya. Sedangkan Jose menagambil kesempatan dalam kesempitan. Sempat merasakan hangatnya tubuh Chesy dalam keadaan tampa busana, hanya Bra yang ia kenakan.
"Tu kan gaceng jadinya!" kata Joss sedikit cengingis. "Kamu sih bilang gaceng jadi gaceng beneran dah!"
"Ah,,kamu aja Jose otakmu kotor!" kilah Chesy. "Dah buruan berat tahuu..."
Jose tertawa pelan, ada rasa geli luar dalam dirasakan Jose. "Ah ... Wanita memang seperti magnet. Di diemin dia narik.. Di tempelin dia nempel!" ujar Jose di dalam hati.
Rongga itu sedikit sekali melobang. Jose berusaha menfokuskan pandangannya. Tiba-tiba terlihat kaki seorang lelaki lewat tepat di lobang itu. Hanya kakinya saja. Lalu orang itu masuk keruangan sebelah. Rupanya, Rongga itu menuju dapur juga, semacam lorong yang menghubungkan antar dapur dan dapur lainya.
Sungguh kreatif orang ini membuat sebuah lorong yang saling berhubungan antara dapur yang satu kedapur lainya.
Jose berpikir jarak antara dapur satu kedapur lainnya lumayan jauh walaupun terasa dekat. Pasti ini dapur satu rumah, atau dua rumah yang saling berdekatan. "Ah ... Sungguh pintar penulis cerita ini!"
***
Sementara itu dimana Rose sedang di sekap oleh Paman George, dalam keadaan tampa sehelai benangpun Rose teringat akan boneka Barbienya, ia sedih sekali dengan boneka Barbie itu yang punya nilai hitoris baginya, Boneka pemberian dari sang Ayah ketika ia mau masuk sekolah ketika itu hadiah atas keberhasilannya dalam menjalani ulangan umum.
Kreeek ...
Derik pintu terdengar. Paman George kembali masuk dengan membawa se-setel pakaian wanita. Ia memberikannya kepada Rose. "Pakai ini!" kata Paman George sembari mengulurkan baju itu untuk dikenakan Rose.
"Terima kasih Paman!"
Rose lantas memakai pakaian itu. Tampak sangat indah gaun itu, sepertinya gaun itu adalah gaun untuk kepesta. Rose senang sekali memakainya walau keadaan ruangan agak redup. Paman George berkata.
"Kamu cantik sekali mengenakan pakaian itu Rose!"
Rose tersenyum lalu menjawab. "Pakaian ini cantik dan membuatku bahagia. Namun yang sangat amat membuat ku bahagia adalah, berubahnya Paman terhadap diriku. Paman telah melepaskan aku dari cengkraman nafsu bejat Paman, itulah sebenarnya yang membuat Rose bahagia." Ujar Rose panjang.
Paman George tertunduk malu lalu kembali berucap, "Maafkan Paman Rose! Aku khilaf, selama ini, selama ini!"
"Selama ini apa Paman?"
Tiba-tiba Paman George manangis sedu sedan. Ia tak tahan menahan air mata, Rose menjadi bingung lalu kembali mempertegas pertanyaan.
"Paman, kenapa paman menangis? Memangnya selama ini kenapa?"
Paman George mengusap air matanya. Dengan nada berat dan terbata-bata Paman George menerangkan.
"Selama ini paman selalu di liputi ketakutan yang sangat amat!" berujar Paman George memulai untuk bercerita selama ini yang ia rasakan, "Semenjak mendengar berita mantu Paman Yang bernama Regan berselingkuh dengan wanita lain."
"Regan itu siapa Paman?" tukas Rose memotong.
"Regan adalah ayahnya Chika," jawab Paman George.
"Terus!" seru Rose.
"Sedangkan Viky adalah anak perempuan satu-satunya Paman."
"Viky siapa?" Rose bertanya.
"Viky adalah bundanya Chika. Setelah Chika berusia satu tahun, Regan ayahnga Chika bermain gila, dia selingkuh bersama wanita lain yang bernama Rachael."
"Lalu Rachael itu?" kembali Rose bertanya dengan mimik seru.
"Rachael adalah selingkuhannya Ayahnya Chika. Dia tinggal di sebelah ruangan ini. Sedangkan ruangan ini asalnya tempat Paman bekerja sebagai penjaga ladang milik Nyonya Rachael."
Tiba-tiba Rose teringat akan lukisan di rumah hantu itu. Lukisan wanita cantik dengan gaun berwarna putih, lukisan yang aneh di ruang tamu itu. Walaupun wajahnya terlihat cantik, namun bila di lihat lekat-lekat wajahnya seperti menahan rasa sakit yang sangat perih."
"Berarti Paman bekerja sama perempuan yang bernama Rachael itu?"
Paman George mengangguk.
"Terus kenapa mantu Paman tertarik sama wanita itu."
"Justru itu, Paman tidak tahu kenapa Regan sebagai mantu yang Paman sayangin berselingkuh dengan wanita itu, tentu ini sangat menyakitkan hati anakku Viky bundanya Chika." Kembali Paman George menangis ketika menyebut nama Viky.
"Sudah Paman, cerita dulu!" berkata Rose. Ia merangkul tubuh Paman George, lalu mengajaknya untuk duduk mendeprok di lantai.
"Teruskan Paman ceritanya!?"
"Oleh karena itu, aku sakit hati dengan wanita ini sebagai majikanku. Sehingga aku merencanakan untuk membunuhnya. Sebelum aku membunuhnya, Pamanmu ini membuat terowongan yang menghubungkan antara rumah Rachael dan kamar paman ini!"
Mendengar cerita Paman George, Rose berseru sedih namun mengerikan di rasakan Rose. "Terus Paman?"
"Ya, setelah terowongan itu selesai, barulah Paman membunuhnya dengan cara di gantung di rumah itu, lalu Paman potong pegelangan tangannya!"
"Stop ...!" seru Rose. "Maksud Paman telapak tangan wanita yang bernama Rachael itu?"
"Benar Rose. Telapak tangan itu paman simpan, namun sebelumnya Paman siram dulu dengan air keras, sehingga tidak membusuk, tapi menjadi keras. Lalu Paman simpan di kotak lalu Paman taruh dan di simpan di lemari kamar Paman di rumah sana!"
Kini Rose mengerti, keanehan selama di rumah hantu itu, dengan kuntungnya tangan Boneka Barbie saat itu, dan mimpinya yang seperti nyata melihat sesosok wanita mati tergantung yang wajahnya mirip boneka Barbie kesayangannya. Semua itu hanya petunjuk! Rose membatin seperti itu.
***
Sementara itu Briant di rumah yang penuh misteri belum terungkap itu, merasa gelisah di tinggal sendirian. Apalagi Briant mempunyai sifat penakut dengan yang namanya makhluk astral. Sewaktu kecil ia anak yang manja, paling tidak suka kalau ditinggal mamahnya walau hanya sebentar. Namun kini ia benar-benar ditinggal sendirian.
"Sialan, pada kemana gak nongol lagi si bedul Jose sama si jablay Chesy!" rutuk Brian, sambil menggaruk pipinya. Lalu ia melongok kedalam lorong dan berteriak lantang. "Woe ... cepetan lah, gue sendirian. Ngapain loe disana lama-lama." pekik Briant.
Di tunggu beberapa menit belum juga ada jawaban, Rasa kesal pun datang, kembali ia melongok ke rongga lorong itu lalu berteriak kembali.
"Jose, Chika ... Loe ngapain sih disana betah amat. Mati apa-apa sih lama amat! Jawablah!" Tak ada jawaban. Sekali lagi Briant berteriak lebih keras lagi,
"Woe, kalau mau ngentot jangan di dalam lah." bahasa kasar keluar dari mulut Briant, ia sudah habis kesabaran. "Di hotel banyak noh yang murah. Ngapain ngentot di tempat yang sempit, gelap lagi mana enak!"
Masih juga tak ada jawaban dengan kesal nya Briant keluar kata-kata kebun binatang. "Woe setan, anjing keluar napa! Jangan becanda dah,!" tak ada jawaban juga.
"Sompreeeet... Kecoa bunting, buntut hideng, gue sumpahin pada nempel loe alat kelamin loe! Akhirnya sumpah serapah keluar juga. Tapi tetap aja gak ada jawaban dari Jose dan Chesy di dalam sana. Akhirnya Briant menangis.
"Uh ... Uhhh ... Uhh ... Emaaak .... Briant di tinggalin.. Mak....takut....!"
Seperti halnya anak kecil yang sedang ngambek minta di belikan mainan, Briant menangis meraung-raung saking takutnya.
***
Chesy dan Jose berusaha membongkar palang penutup lorong itu. Namun tidak berhasil, Diketuk sekuatnya, sehingga terdengar suara sampai keruang dimana Rose dan Paman George berada.
"Paman suara apa itu?!" tanya Ross.
Paman George pun terkejut. Pikirannya tertuju pada Jose, Briant dan Chesy. Pucatlah wajah Paman George. Apa jadinya apabila ketahuan kalau selama ini ia yang melakukan misteri ini. Rose melihat wajah Paman George berubah pasi, lalu ia bertanya, "Paman ada apa?"
Paman George tidak menjawab. Rose kembali bertanya, namun kali ini suaranya keras menyentak. "Paman ada apa? Suara apa itu?"
"Mungkin tikus," kata Paman George dengan gugup.
"Tidak mungkin itu suara tikus," ujar Rose, ia segera bangkit dari duduknya untuk mendatangi arah suara itu. Tetapi ketika Rose beberapa langkah, Paman George menarik tangannya. "Jangan Rose, itu suara ...!"
"Suara apa paman?" tegas Rose.
"Itu suara hantu Nyonya Rachael. Arwahnya selalu menghantui Paman selama ini!"
Rose mengurungkan niatnya untuk melihat suara itu berasal. Sedikit takut didalam hatinya ketika menyebut nama wanita itu yang memang arwahnya masih penasaran mencari telapak tangannya.
Tok ... Tok ... Tok ...
Suara ketukan itu semakin keras. Rose tergugu mendengar suara itu. Lantas telinganya didekatkan kearah suara itu, ia menguping lekat-lekat. Lalu Rose kembali menoleh ke Paman George. Dan berkata. "Paman! Sepertinya itu bukan suara hantu, kata mamahku kalau suara hantu itu, terdengar mengambang. Suaranya dekat tapi kalau didekatkan suara itu seperti jauh!"
Dengan penuh antara yakin dan ragu Rose terus menyiapkan batinnya. Rasa takutnya kini barganti penasaran.
"Suaranya ada di dapur, biar aku saja yang kesana kalau Paman takut!" kata Rose.
Paman George kembali menarik lengan Rose. "Jangan Rose, dibiarkan saja!" cegah Paman George. "Itu pasti suara hantu Nyonya Rachael!"
"Tidak Paman! Rose harus melihat kedapur, Lagi pula, aku ingin sekali keluar dari rumah ini. Aku ingin pulang Paman!" Rose merontakan diri agar Paman George melepaskan tangannya. Ia pun segera menuju ruang dapur sebelah dari ruangan kamar ini.
Paman George sebenarnya berbohong tentang suara itu kalau berasal dari hantu Rachael. Ia hanya takut kalau yang mengetuk pintu lorong itu adalah anak-anak. Paman George takut ketahuan kalau selama ini ia yang membunuh Nyonya Rachael. Sudah sepuluh tahun semenjak pembunuhan itu, selama itu tidak ada yang tahu. Walaupun ia selalu di hantui arwah Rachael
***
Sesampai di dapur dimana suara itu berasal, Rose menoleh kekanan dan kekiri. Ia cari arah suara itu. Ternyata benar, suara itu berasal dari bawah tempat memasak. Rose membukukkan badan, terlihatlah pintu palang penutup lorong itu.
Sedangkan Jose dan Chesy yang berada di dalam lorong itu tentu sangat terkejut ketika Rose menampakan wajahnya. Sontak Jose dan Chesy berteriak berbarengan.
"Roseee ...!"
Namun tak kalah kagetnya Rose, ketika mendengar suara Jose dan Chesy dengan memekik keras. Rose terperanjat kaget menyentak kebelakang sambil ngelus-ngelus dadanya.
"Bangun, banguun ... makan nasi pakai garem!"
"Rose ... Ini aku Jose!" Berteriak Jose.
"Aku Chesy Rose ... Aku ada di dalam lorong, bukain pintunya!"
Mendengar itu yakinlah Rose kalau itu benar suara Jose dan Chesy.
"Jose ... Chesy ... Benarkah itu kalian!"
"Iya benar ...!" jawab Jose. Lalu disusul Chesy. "Benar Rose, ini akau Chesy!
Rose kembali membukukkan badan. Di rabahnya pintu itu, ternyata mudah untuk dibuka, kerena memang tidak di kunci, hanya di kailkan dengan paku ukuran 7 centi. Terbukalah pintu lorog itu. Rose segera melambaikan tangannya untuk menarik tangan Jose, karena Jose masih berada di atas tubuh Chesy dalam posisi telungkup.
"Ahh ... " Legalah Jose ketika berhasil keluar. Kini giliran Chesy untuk di tarik keluar. Rose mengulurkan tangan. "Pegang Ches ... tanganku!" seru Rose. Chesy pun mengulurkan tangan untuk meraih telapak tangan Rose.
Setelah Chesy berhasil dikuarkan. Bahagialah Rose bisa bertemu dengan Chesy dan Jose. Hal yang sama juga dirasakan oleh Jose dan Chesy, ternyata Rose masih hidup, tidak seperti diperkirakan sebelumnya, tentang wanita yang mati menggantung yang ternyata boneka seks.
"Ches ... kamu kenapa gak pakai baju.?" Rose bertanya sambil menahan tawa.
"Oh iyah!" jawab Chesy lalu membuka penutup mulutnya dengan baju yang ia kenakan, lalu di pakainya kembali.
Tampak Raut wajah Rose sumringah, tapi tiba-tiba Rose menunjuk kearah Jose, kemudian menunjuk kearah Chesy. Tak lama kemudian raut wajahnya kembali tegang. Chesy melihat wajah Rose yang tiba-tiba berubah lantas bertanya.
"Ada apa Rose?"
"Briant mana?" kata Rose dengan nada keras.
"Buset dah, benar sampai lupa sama Briant!" celetuk Jose. "Ia di ujung lorong ini!" Jose kembali menunjuk kearah lorong. "Rose ini kita berada dimana?" tanya Jose.
Ross menggelengkan kepala, lalu berucap, "Tanya saja sama Paman George di sana!" sambil menunjukan jarinya kearah ruangan kamar yang sebelumnya Rose disekap oleh Paman George.
"Apa ... Paman George!" Sontak Chesy memekik. "Paman George ada disini!"
"Iya, nanti saja aku ceritakan kalau kita sudah pulang,"
"Lalu bagaimana dengan Briant," ujar Chesy, menoleh kearah Jose.
Jose garuk-garuk kepala. "Males ah balik lagi kelorong itu capek merayap!" katanya.
Jose berkata begitu membuat Chesy kembali kesal ia menyentak ia mengancam keras. "Dengar kamu Joss!" ancamnya sambil memencet payudara. "Kalau nanti kita pulang, kamu gak bakal aku kasih yang namanya beginian!" Ujar Chesy sambil mengangkang terus menggerakan pinggulnya kedepan lalu kebelakang sebanyak dua kali.
Rose tertawa geli melihat tingkah laku Chesy yang kurang sopan dan menjijikan. Begitupun dengan Jose, ia hanya menyeringai kecil sambil memegang perutnya karena geli menahan tawa.
"Okelah, kalian disini saja, biar aku yang kembali merayap mirip tokek untuk menyusul Briant." Jose berkata lantas ia segera masuk lagi kedalam lorong itu untuk menjemput Briant. Tetapi Jose berbalik badan lagi. "Eh ... nanti aku kembali kesininya lewat mana? Sedangkan Briant tidak bisa merayap lewat lorong ini, kan tubuhnya besar!"
"Tenang nanti aku jemput kamu di rumah hantu itu. Pasti ruangan ini tak jauh dari rumah hantu itu." ujar Rose. "Sudah sana jemput Briant, ntar gak di kasih memek loe sama Chesy!"
"Ross ... jaga mulut yah, kamu ini wanita, gak pantas berkata begitu!" Chesy memberikan nasehat. "Wanita itu ... harus bisa jaga diri dan jual mahal, jangan di obral!"
"Ia kakak ... " jawab Rose bercanda. Chesy pun tersenyum.
***
Briant berhasil di jempu oleh Jose, sedangkan Chesy dan Rose menemui Paman George di ruang kamar dimana Rose tersekap disana. Setelah Chesy bertemu dengan Paman George, Paman George menangis seraya memeluk tubuh Chesy sambil menguraikan pemasalahan yang sebenarnya.
Mereka pun keluar dari ruangan itu, lalu menjemput Briant dan Jose kerumah hantu yang tidak jauh dari ruangan Paman Geoerge ketika bekerja dulu sebagai penjaga kebun Nyonya Rachael yang ia bunuh lalu telapak tangannya di simpan di rumahnya yang sekarang.
Merekanpun pulang ke rumah Paman George di Detroit Michigan. Lalu keesokan harinya Paman George bersepakat dengan anak-anak untuk mengembalikan telapak tangan Rachael untuk dikuburkan bersama jasadnya di samping rumah hantu itu. Agar Paman George tidak di hantui oleh arwah Rachael.
Sekian
Sekian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar